Mohon tunggu...
Ahmad Khoiron
Ahmad Khoiron Mohon Tunggu... Guru -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan dari Masa Lalu

30 Oktober 2017   13:52 Diperbarui: 30 Oktober 2017   13:59 778
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Ahmad Khoiron

"Matanya tak lagi berbinar, terangnya memudar beberapa hari ini, dunia seakan sepi tanpa candanya, terkulai lemas dalam gendongan bundanya, dan asa itu masih terkubur tanah masa lalu, kata orang yang terkubur itulah obatnya, sebab masa lalu ingin sekali membopongnya setiap waktu."

***

Sore yang dingin, sebab hujan yang terus mengguyur desaku. Sudah beberapa hari ini, Cita,-putriku-, berusia 3,5 tahun, terbaring lemas tak berdaya, disertai demam tinggi, batuk dan pilek. Bahkan sukanya tidur dalam waktu yang lama. Padahal sudah saya bawa berobat kesana kemari, mulai dari bidan anak, dokter, hingga anjuran-anjuran memberikan obat-obat tradisional, tapi apalah daya, kesembuhan belum mendatanginya.

Selama sakit, tingkah cita memang aneh, kadang suhu tubuhnya tak menentu, pada malam hari suhunya meningkat drastis, demam nya sangat tinggi. Saat diajak berobat dan pijat pun akan menjerit-jerit disertai tangisan yang keras, cita menolak dengan keras, sambil berucap; "Aku moh waras (saya gak mau sembuh)....!!"

Setelah mendapat masukan dari orang tua, akhirnya sore itu ku telephone pak Salim dari Jambangan, seorang "yang pintar" dalam mengobati anak-anak kecil yang sakit. Dan beliau pun akan datang secepatnya ke rumah. Dalam benakku pun terlintas sebuah pemikiran "Memang di zaman yang serba teknologi ini, semuanya terasa mudah, mulai dari ojek dengan GOJEKnya, taksi dengan Grabnya, ataupun banyak aplikasi-aplikasi jual beli toko online, mungkin saja suatu saat nanti ada aplikasi dukun bayi panggilan, dukun online, he.. he..."

Setelah sekian lama menunggu, ba'da isya' pak Salim pun datang.

"Assalamualaikum..."

"Waalaikumsalam ... Monggo pinarak pak!" Ucapku dan mempersilahkan beliau untuk duduk.

"Nduk... Opo'o, kok gendong ae?" Tanya beliau kepada cita.

"Sakit..." Jawab bundanya cita, sebab cita tak mau menjawabnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun