Mohon tunggu...
Ahmad Haiqel
Ahmad Haiqel Mohon Tunggu... Penulis - 𝓼𝓮𝓭𝓪𝓷𝓰 𝓽𝓲𝓭𝓾𝓻

Selamat datang di medium subjektif, tapi terkadang objektif juga.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tragedi Kemanusiaan Stadion Kanjuruhan

2 Oktober 2022   07:35 Diperbarui: 2 Oktober 2022   08:03 917
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Kompas.com/Suci Rahayu

Senin dini hari, 1 Oktober 2022, telah terjadi tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan, Malang. Pertandingan Liga 1 antara Arema vs Persebaya ini diakhiri dengan kericuhan suporter yang turun ke lapangan. Nahas, aparat yang bertugas justru merespons kericuhan tersebut dengan sangat blunder. Di lokasi yang bisa disebut tertutup, polisi justru menembakkan gas air mata ke arah suporter di dalam stadion.

Kejadian ini diawali dengan kepesimisan atas keamanan karena Panpel yang menjual kuota tiket melebihi dari kapasitas Stadion Kanjuruhan. Tak hanya itu, pertandingan yang rentan ini juga dimulai terlalu malam. Padahal, pertandingan rentan kericuhan serupa dimulai sore hari sebelumnya. Terkait hal ini, Panpel telah mengajukan jadwal pertandingan yang dimulai lebih awal pada PT LIB selaku penyelenggara Liga 1.

Namun jawaban yang berbau amis, PT LIB menolak jadwal tersebut dan tetap memulai pertandingan pukul 20.00 WIB. Jadwal yang menurut sebagian orang hanya demi mengejar rating, karena capaian jumlah penonton di malam hari yang jauh lebih banyak dibanding penonton di sore hari.

Di dalam video yang beredar di lini masa, terlihat suporter Arema yang memaksa masuk ke dalam lapangan imbas kekalahan klub kesayangan mereka. Merespons, aparat sekejap membubarkan para suporter tersebut dan membuat sebagian besar berlari kembali ke tribun penonton. 

Namun, entah apa yang di dalam pikiran beberapa oknum kepolisian, justru mereka menembakkan gas air mata ke beberapa penjuru demi membubarkan massa. Tindakan sumbu pendek dan sangat memalukan.

Gas air mata yang bersifat pekat langsung menyebar ke tiap penonton di tribun. Keadaan lorong yang sempit pun tak bisa menampung puluhan ribu orang sekaligus untuk melarikan diri. Di kondisi normal saja pasti ada antrean yang mengular, apalagi kali ini ada gas air mata yang mengejar?

Kejadian ini tak lagi sebatas kericuhan suporter, namun tragedi kemanusiaan. Suporter yang nakal dan tindakan represif yang memalukan oleh oknum yang menembakkan gas air mata telah membuat lapangan hijau menjadi lapangan eksekusi. 

Bagi mereka yang tak mampu menghindari gas air mata, maka ajal mereka juga di depan mata. Suatu kondisi yang menyedihkan, mengerikan, dan memilukan.

Aparat yang bertugas tentu bisa membubarkan suporter yang ricuh tanpa gas air mata. Jika dibutuhkan pun, aparat hanya boleh menembakkannya di situasi tertentu dan wajib di luar stadion. 

Hal ini telah diatur dalam peraturan FIFA dan PT LIB, bahkan yang seharusnya tanpa ada aturan pun, oknum kepolisian tersebut seharusnya memiliki logika yang lancar bahwa tidak seharusnya mereka menembakkan gas air mata di dalam ruangan seperti stadion.

Per Minggu, 2 Oktober 2022 pukul 06.30 WIB, tercatat 129 orang meninggal dunia dan 180 orang masih dalam perawatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun