Mohon tunggu...
Ahmad Irawan
Ahmad Irawan Mohon Tunggu... Pengacara - Politisi

PP Jawa 3 DPP Partai Golkar | Ketua PP AMPG

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Mengapa Airlangga Dipilih

2 Agustus 2019   10:15 Diperbarui: 2 Agustus 2019   13:27 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebut saja beberapa, seperti Puteri Anetta Komaruddin terpilih sebagai anggota DPR RI pada usia 25 Tahun di daerah pemilihan Jawa Barat dan Dyah Roro Esti juga berusia 25 Tahun di daerah pemilihan Jawa Timur.  
 
Keempat, Airlangga tenang menyelesaikan masalah dan aktif melakukan konsolidasi ke daerah. Kita menyadari Partai Golkar mendapatkan stigma partai yang korup. Meskipun perbuatan koruptif merupakan tanggungjawab individu, tetap saja efeknya menjalar pada institusi Partai Golkar. 

Itulah yang terjadi pada saat Setya Novanto, ketua umum Partai Golkar ditetapkan sebagai tersangka kasus KTP elektronik. Partai golkar menjadi bulan-bulanan pemberitaan hingga berefek pada elektabilitas Partai Golkar.
 
Setelah mengambilalih dan menerima estafet kepemimpinan dari Setya Novanto, Airlangga tampil dengan visi Golkar bersih. Golkar bersih mendapatkan ujian saat Bowo Sidik Pangarso ditangkap tim satgas KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan pada 28 Maret 2019, sekitar 2 (dua) minggu jelang pemungutan suara serentak pada Tanggal 17 April 2019. 

Dengan tenang dan berani, Airlangga mengambil keputusan menonaktifkan agar Bowo Sidik Pangarso fokus dengan kasus dan musibah yang menimpanya. 

Keputusan yang cepat dan tepat saat itu menghindarkan Partai Golkar terbawa arus pemberitaan negatif yang dapat memberikan pengaruh pada pemilih untuk tidak memilih Partai Golkar.
 
Konsolidasi partai yang dilakukan oleh Airlangga di awal kepemimpinanya dapat kita bayangkan rumitnya. Selain mempertemukan kepentingan di antara stakeholder internal Golkar, Airlangga juga harus membersihkan residu pertentangan di antara kader dalam berbagai peristiwa politik di Golkar. 

Saya menilai Airlangga berhasil mengurai satu persatu pertentangan yang timbul dan berhasil membangun sebuah konsensus bersama, seperti dalam pemilihan kader Golkar yang menjabat sebagai Ketua DPR. Itulah titik mula konsolidasi yang bisa kita lihat kasat mata.
 
Untuk konsolidasi ke daerah, kesaksian ketua DPD Golkar NTT Melki Lakalena dan Sekretaris DPD Golkar Jawa Timur Sahat Simanjuntak menjadi penguat dan bukti bahwa intensitas Airlangga turun ke daerah tidak kalah dari yang dilakukan oleh ketua umum Partai Golkar sebelumnya, Akbar Tandjung dan Abu Rizal Bakrie.
 
Kelima, Airlangga memiliki kuasa petahana. Mengenai kuasa petahana, dalam setiap momentum politik, penantang calon petahana selalu mengeluhkan penggunaan kekuasaan oleh calon petahana. Tidak usah jauh mengambil contoh, Pilpres yang baru saja selesai, Prabowo-Sandiaga Uno juga mengeluhkan aksesibilitas Jokowi terhadap kekuasaan dan sumber daya negara. 

Kini, Bambang Soesatyo sebagai salah satu calon ketua umum Partai Golkar juga mengeluhkan hal serupa. Keluhan utamanya adalah ancaman pemecatan terhadap DPD II yang mendukungnya sebagai ketua umum.
 
Sebagai calon ketua umum petahana, Airlangga potensial menggunakan kekuasaannya untuk mengkondisikan dukungan untuknya. Pengkondisian dukungan akan lebih mudah dilakukan karena sosoknya sudah familiar dalam memimpin partai Golkar, termasuk kinerja, kebijakan dan program yang telah diimplementasikan. 

Sehingga ruang keterpilihannya dalam pemilihan ketua umum lebih unggul dibanding Bambang Soesatyo. Keunggulan yang dimiliki tersebut dapat juga pada waktu bersamaan menjadi kelemahannya.
 
Pengkondisian dan penggunaan kuasa sebagai petahana memiliki garis batas. Garis batas tersebut adalah aturan internal partai Golkar dan seruan moral-nilai demokratis dari senior partai Golkar yang dapat menjadi alat dan jaminan pemilihan ketua umum Golkar berlangsung secara demokratis. 

Airlangga pasti menyadari batas-batas itu sehingga tidak mungkin melakukannya dan Bambang Soesatyo pasti mengetahui aturan internal partai Golkar dan seruan moral senior partai Golkar dapat menjadi instrument mengoreksi dan kekuatan politik jika terdapat penggunaan kekuasaan secara eksesif. Sehingga kesimpulan saya saat ini, kehidupan dan nilai demokratis di Partai Golkar masih terjaga.
 
 Keenam, Airlangga memiliki track record bersih dan terbebas masalah hukum. Visinya untuk mewujudkan Golkar bersih jadi pendorong keyakinan bahwa Airlangga merupakan sosok yang bersih dan terbebas dari masalah hukum.
 
Jika kita perhatikan, isu yang dikembangkan secara terus menerus dan dikaitkan dengan Airlangga adalah hanya kasus korupsi proyek PLTU Riau-1. Kasus ini dianggap dapat menjadi penghambat keterpilihan Airlangga dalam pemilihan ketua umum Golkar.
 
Isu keterlibatan Airlangga dalam korupsi proyek PLTU Riau-1 mendorong saya untuk mencari informasi valid dan kredibel. Akhirnya saya menemukan putusan pemidanaan terhadap Johanes Budisutrisno Kotjo, yakni putusan Nomor: 4/Pid.Sus-TPK/2019/PT.DKI yang memutus Johanes Budisutrisno Kotjo dihukum karena dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi. 

Di dalam putusan tersebut, tidak terbaca keterlibatan Airlangga dan tidak terdapat fakta yang mengaitkan Airlangga dengan kasus tersebut, apalagi dikatakan menerima uang atau janji dari Johanes Budisutrisno Kotjo. Jadi secara fundamental sebenarnya tidak relevan atau tidak dapat diterima jika Airlangga terus dikaitkan dengan permasalahan tersebut.  
 
Fakta Dukungan Terkini
 
Kini, Airlangga telah mendapatkan 87 persen lebih dukungan dari pemilik suara. Jika kekuatan dukungan tersebut bertambah atau minimum bertahan, Airlangga akan terpilih kembali sebagai ketua umum Golkar secara aklamasi. 

Jika sebelumnya Airlangga terpilih karena dukungan yang bulat pada Munaslub Golkar 2017, dengan komposisi dukungan yang ada maka proses aklamasi terjadi karena calon ketua umum Partai Golkar lainnya seperti Bambang Soesatyo tidak memenuhi syarat minimum dukungan untuk maju sebagai calon ketua umum Partai Golkar yang mensyaratkan minimum 30% suara.
 
Akhirnya, dinamika yang terjadi adalah pertarungan kader Golkar dan memiliki tujuan membesarkan partai Golkar. Kehadiran kita semua melibatkan diri dalam pertarungan tersebut pasti akan mendewasakan dan membesarkan Partai Golkar.
 
 
 
Oleh: Ahmad Irawan ( Kader Muda Partai Golkar/ Wakil Bendahara Umum PP AMPG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun