Mohon tunggu...
Ahmadi Andianto
Ahmadi Andianto Mohon Tunggu... -

Saya seorang guru pada sekolah pemerintah di Bondowoso. Besar di lingkungan pesantren, dan sangat berminat di bidang pendidikan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salah Hitung Survey? Salah Siapa?

10 Desember 2015   12:10 Diperbarui: 10 Desember 2015   12:10 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada setiap musim pemilihan umum seperti pilkada, pilpres, dan pileg, banyak orang tidak sabar untuk menunggu hasil resmi dari KPU. Kondisi ini menjadi peluang yang sangat dinanti oleh lembaga survey untuk menyampaikan hasil cacah cepat (quick count) untuk menghilangkan rasa “haus informasi” ini.

Akurasi adalah kata penting yang dijual untuk memperoleh kepercayaan publik. Berbagai metode digunakan untuk mencapai akurasi yang paling mendekati hasil resmi KPU. Ada banyak lembaga survey yang sukses mendapatkan kepercayaan publik, sementara tidak sedikit pula yang justru di”bully” dengan hasil yang dinilai tidak masuk akal.

Saya tidak akan mengkritisi metode yang digunakan oleh lembaga survey. Saya yakin tiap lembaga survey memiliki pakar dengan kapasitas keilmuan yang jauh di atas saya. Saya hanya akan membahas kesalahan perhitungan yang terjadi dalam beberapa survey.

Kita tentunya masih belum lupa pada pelaksanaan pilpres, ada lembaga survey yang dibully habis-habisan gara-gara perhitungan akhir prosentase tidak bulat. Jejaknya sampai sekarang masih bisa ditemukan di dunia maya.


Setiap orang pasti maklum, bahwa untuk 100 % adalah angka maksimal untuk menyatakan bahwa seluruh proses perhitungan sudah komplit, sehingga menjadi aneh apabila seluruh proses sudah selesai menghasilkan perhitungan lebih atau kurang dari 100 %. Tapi fakta itu terjadi, sejarahpun telah mencatat..:) Dan dalam kondisi pilkada serentak seperti sekarang, perhitungan yang “kepleset” itupun bisa saja terjadi.

Jika melihat fakta bahwa alat hitung elektronis seperti kalkulator dan komputer sudah ada di mana-mana, maka seharusnya hal itu tidak mungkin terjadi. Tapi ada satu hal yang harus dicatat, alat itu sangat tergantung pada piranti pendukung seperti perangkat lunak, dan yang paling penting penggunanya (user).

Melihat dari contoh kesalahan yang ada di atas, saya sangat yakin bahwa kesalahan terletak pada user yang melakukan analisis data. Kesalahan yang terjadi dalam perhitungan biasanya terletak pada analisis angka yang berada di belakang koma. Lembaga survey yang salah dalam hasil akhir prosentase –dalam prediksi saya– melakukan kesalahan pada pembulatan angka di belakang koma.

Untuk membuktikannya, saya menampilkan data simulasi berikut:


Dalam contoh kasus di atas (dan saya yakin juga terjadi pada kasus “kepleset” jumlah lainnya), kesalahan yang terjadi pada kolom biru bermula dari kesalahan pembulatan data pada hasil “calon A” dan “calon B”, di mana seharusnya terjadi pembulatan angka ke atas seperti yang ada pada kolom putih di sampingnya. Biasanya, kesalahan pembulatan sering dilakukan secara manual oleh user, misalnya dengan mengetik ulang tanpa melihat kondisi angka di belakang koma.

Bagaimana menanganinya? Jika menggunakan aplikasi pasaran semisal aplikasi spreadsheet, sebenarnya sudah banyak tool untuk pengaturan tampilan angka sehingga proses pembulatan dapat dilakukan secara akurat. Sementara pada aplikasi yang dikembangkan sendiri, tentunya sangat tergantung pada kemampuan programmer, karena itu audit perangkat lunak dapat digunakan untuk meminimalisir kesalahan.

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun