Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sengkarut (1/2)

24 September 2022   10:10 Diperbarui: 24 September 2022   10:13 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jakarta, Maret 1999

"Para hadirin sekalian. Indonesia bangsa yang besar. Wilayahnya begitu luas. Penduduknya sangat banyak. Kekayaan alamnya melimpah-ruah. Budayanya beraneka ragam. Dengan semua itu, apakah hidup adil, makmur, dan sejahtera akan langsung bisa kita nikmati? Apakah status negara besar, terhormat, dan diperhitungkan di mata dunia akan langsung bisa kita sandang?"

Baca juga: Kalut (#8)

"Tidak! Itu sungguh pemikiran yang naif. Cita-cita Indonesia hebat tidak serta-merta dapat kita peroleh tanpa ada perjuangan. Impian itu harus diperjuangkan kembali sebagaimana dulu cita-cita Indonesia merdeka diperjuangkan dengan susah-payah oleh para pejuang dan pahlawan."

"Kita memang sudah merdeka namun ingat perjuangan tidak akan pernah berakhir. Orde reformasi yang baru kita jelang menjadi bukti akan hal tersebut. Banyak hal yang harus kita lakukan. Masa depan negeri ini ada di pundak kita. Apa yang kita perbuat hari ini, kelak akan dituai anak cucu kita."

"Saudara-saudara sekalian. Putra-putri harapan bangsa. Negeri ini memanggil anda. Negeri ini membutuhkan anda. Peran serta dan kontribusi anda sangat diharapkan demi kemajuan dan kemaslahatan bersama. Indonesia gemilang hanya masalah waktu. Tidak inginkah kita mewujudkan impian besar itu sesegera mungkin? Untuk itu, mari kita sama-sama menyongsong Indonesia yang lebih baik dan membanggakan lagi di masa depan."

Selesai menyampaikan orasinya, pria yang mengenakan peci hitam dan batik itu langsung disambut tepuk tangan dari para hadirin yang hadir dalam acara kampanye itu. Saat turun dari podium, masa berebut dan berdesak-desakan untuk menyalaminya. Tak ketinggalan para pejabat dan petinggi partai juga menyalami dan memberinya ucapan selamat.

Baca juga: Si Penghubung

"Man, jalan, Man!" panggil sang majikan.

Merasa belum ada jawaban, ia pun langsung mengeraskan suaranya.

Baca juga: Perjuangan

"Herman!" serunya.

"Iya, Pak! Siap!" ucapnya terbangun dari mimpinya dengan terkaget-kaget di kursi kemudi mobil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun