Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ranti (1/2)

18 Juni 2022   10:01 Diperbarui: 18 Juni 2022   10:12 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Langkah kaki seorang wanita dewasa tampak tergopoh-gopoh datang dari arah belakang sebuah rumah menuju ke halaman depan. Perasaan khawatir tampak jelas di wajahnya. Ia bergegas menghampiri suaminya yang baru pulang kerja.

Dengan nada cemas, ia berkata, "Tidak ada, Pak. Di belakang juga sudah dilihat. Padahal sudah hampir satu jam berlalu tapi belum pulang juga. Ibu sangat khawatir karena ia tidak pernah begini."

"Tadi Ibu bilang apa padanya?" tanyanya.

"Tadi Ibu memintanya pergi ke warung untuk membeli lilin. Ibu tidak bilang apa-apa karena Ibu pikir ia pasti akan pulang dengan sendirinya. Lagipula selepas maghrib seperti biasa ia pergi mengaji ke surau," jelasnya.

"Terus bagaimana, Pak. Sementara hari sudah hampir gelap," sambungnya.

"Ibu tenang dulu. Biar Bapak pergi menemui kepala desa untuk memberitahukan perihal ini," ucapnya coba menenangkan sang istri.

Ketenangan dan kedamaian desa agraris di pedalaman Jawa itu mendadak terusik oleh kabar hilangnya seorang anak perempuan di sore itu. Merespon aduan salah seorang warganya, kepala desa segera bertindak. Ia lantas menemui dan mengumpulkan seluruh perangkat desa lalu menjelaskan apa gerangan yang terjadi.

Berpacu dengan waktu yang kian mendekati malam, beberapa orang pria dewasa dan anak muda tanpa membuang waktu segera beraksi. Dengan membawa obor, lampu petromak, dan senter, mereka mulai melakukan pencarian.

Dikelilingi sebagian besar area persawahan, kampung itu tidak terlalu luas dan hanya dihuni sekitar 30-an kepala kelurga. Rombongan pencari menyisir bagian dalam lalu ke arah luar wilayah kampung sambil memanggil-manggil nama si anak yang menghilang. "Ranti! Ranti!"

Setelah hampir setengah jam berputar mengelilingi seluruh teritori desa tanpa hasil, mereka tampak patah semangat. Terdengar sayup-sayup suara adzan dari kejauhan. Langkah kaki mereka melambat lalu terhenti. Saat harapan itu seolah akan sirna, salah seorang dari rombongan itu berteriak sambil mengarahkan sorot lampu senternya ke arah jalan masuk menuju hutan karet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun