Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalut (#6)

25 April 2021   10:10 Diperbarui: 25 April 2021   10:20 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Harapannya tinggal pedagang yang ada di dekat stasiun yang ia tuju. Bak orang yang menang lotere, saat dirinya melihat dari kejauhan apa yang ia cari ada di depan matanya. Tanpa ragu, ia langsung memborong setengah lusin masker kain warna-warni. "Lima untuk hari kerja, satu untuk cadangan," pikirnya mantap. Saat itu juga langsung ia pakai yang warna biru serasi dengan kemeja yang ia kenakan. 


Mendekati area stasiun, tampak antrean calon penumpang sudah mengular sampai ke pelataran parkir. "Ada apa ini?  Tidak biasanya begini. Kalau pun antre di hari biasa tidak separah ini," tanyanya terheran-heran. Belum hilang kebingungannya, tiba-tiba terdengar suara dari belakang. Ternyata itu petugas yang sedang mengatur calon penumpang agar membentuk barisan dengan tertib, memakai masker, dan menjaga jarak. 


Setelah melihat sekeliling, ia baru menyadari bahwa selain para petugas stasiun hadir juga aparat TNI dan Polri. Mereka bertugas dalam rangka penerapan protokol kesehatan selama pandemi yang digalakkan pemerintah. Mereka hadir untuk memantau dan memastikan pelaksanaan program tersebut berjalan dengan baik di lapangan. 


Tak jauh dari tempat antrean, terdapat sebuah banner cukup besar yang berisi pemberitahuan tentang aturan prokes selama pandemi berlangsung. "Yang terhormat para pengguna jasa kereta. Terkait bencana pandemi yang sedang terjadi, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Untuk itu mohon kiranya bisa dipahami dan dipatuhi dengan sebaiknya demi kemaslahatan kita bersama. 


Bagi calon penumpang wajib memakai masker. Terlebih dahulu akan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh pada setiap orang. Setelah itu ia baru boleh melakukan pembayaran di loket. Bagi yang merasa kurang sehat, tidak diizinkan melakukan perjalanan. Khusus anak kecil, wanita hamil, dan lansia, jika tidak punya keperluan yang terlalu penting dan mendesak juga tidak boleh melakukan perjalanan. Terakhir, silahkan cuci tangan di wastafel yang sudah disiapkan. 


Demikianlah maklumat ini di sampaikan. Semoga dapat dimaklumi. Atas perhatian dan kerja samanya, kami ucapkan terima kasih. Salam 3M!" 


Setelah 10 menit penantian yang menjenuhkan, akhirnya tiba giliran Dika untuk diperiksa suhu tubuhnya. Sebuah thermo gun diarahkan tepat ke dahinya. Hanya hitungan detik, hasilnya langsung muncul di layar bagian belakang alat itu. "36,3," sebut si petugas refleks. 


Setelah dinyatakan lulus "sensor", buru-buru ia langsung menuju loket. Sesudah itu ia berjalan menyusuri koridor ke arah peron lalu menempelkan tiket elektroniknya di alat pemindai yang terdapat di pintu masuk. Terakhir, sesuai prosedur prokes ia diharuskan mencuci tangan di wastafel yang sudah disediakan. 


Dengan perasaan lega ia melangkah menuju peron sambil melihat jam di hp-nya. Namun ada sedikit kekhawatiran dalam dirinya. Ia bergumam, "Tadi masker, terus antrean, ntar apa lagi?" Membuatnya jadi kepengin ketawa sendiri seraya berujar,"Mimpi apa gua semalam?"

Di peron, calon penumpang sudah menumpuk akibat pemberlakuan prokes ketat. Sebagian besar dari mereka bekerja di Jakarta tetapi berdomisili di daerah penyangga sekitarnya. Mereka yang bekerja baik secara formal maupun informal, menjadi bagian dari penambahan tiga juta penduduk Jakarta di siang hari. Kini dengan merebaknya pandemi, aktivitas, pergerakan, dan mobilitas mereka terancam dengan atau tanpa disadari.
 
Coba mengupdate berita terkini, Dika browsing beberapa media online sambil menunggu kereta datang. Berita pagi itu diwarnai oleh pelaksanaan prokes di berbagai tempat dan fasilitas umum. Ada yang melaporkan terjadi antrean panjang buntut dari penerapan prokes. Ada juga liputan tentang masker sekali pakai yang mulai langka di pasaran serta dugaan ulah spekulan demi meraup untung. Membaca berita-berita itu membuatnya tersenyum sendiri karena tak beda jauh dari yang barusan ia alami. 


Saat lagi asyik baca, tiba-tiba hp-nya berdering lalu segera diangkatnya. Terdengar suara yang agak berat tapi lembut, "Pagi, sayang!" sapa Adam.
"Pagi, coy." jawab Dika sumringah.
"Lo lagi dimana?" tanya Adam.
"Gua lagi di peron. Eh, bo' suasananya lagi kurang enak nih. Kita pindah ke WA aja ya." jawab Dika sambil memasang kembali maskernya.
"Ok, capcus!" seru Adam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun