Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalut (#4)

28 Maret 2021   10:01 Diperbarui: 28 Maret 2021   10:03 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(besthqwallpapers.com)

Terkadang pada akhir pekan, Dika dan Adiknya suka diajak Ibu ke toko. Hanya sekitar lima menit naik motor namun perjalanan itu sangat mengesankan bagi keduanya. Demikian pula pengalaman selama di toko, begitu membekas dalam ingatan keduanya.

Saat pulang adalah saat yang dinantikan keduanya. Merahasiakan akan kemana, dengan sengaja Ibu mau memberi surprised pada keduanya. Kadang mampir minimarket, makan fried chicken, atau jajan bakso sebagai ungkapan kasih sayang pada kedua buah hatinya terutama Dika yang sudah banyak membantu meringankan beban sang Ibu. 

Suatu ketika, Dika terkenang mendiang Bapaknya. Dalam kurun waktu yang singkat, tidak banyak yang ia ingat tentang sang Bapak selain dirinya yang biasa diantar jemput olehnya sejak mulai bersekolah. Kadang saat pulang sekolah, Bapak suka membelikannya jajanan, mainan, atau es krim. Di akhir pekan atau hari libur, Bapak suka mengajak keluarganya jalan-jalan, piknik ke suatu tempat, atau pergi ke kebun binatang. 

Bapak sudah berdagang beras sebelum bertemu dan menikah dengan Ibu. Orangtuanya adalah juragan beras. Tidak heran Bapak mengikuti jejak mereka. "Kalau Bapak masih ada, mungkin aku juga perlahan akan diarahkan kesana," gumam Dika dalam hati. Melanjutkan bisnis turun-temurun keluarga pilihan bagi generasi selanjutnya. Namun tampaknya Dika enggan berprofesi sama seperti Bapak. 

Tamat SMA, Dika minta izin pada Ibu untuk kuliah di Jakarta. Menurutnya, sang Adik sudah cukup besar. Jadi tidak perlu khawatir lagi karena ia bisa mandiri. Selain itu, dari segi jarak, Lampung relatif dekat dari Jakarta sehingga ia bisa pulang tiap bulan atau tiap minggu bahkan kapanpun Ibu menginginkannya. Namun dari itu semua, alasan utama Dika adalah jenuh dengan suasana yang ada dan kepingin ganti suasana baru. 

Walau berat untuk diterima, Ibu coba memahami keadaan dan keinginan Dika itu. Ia tidak menghalangi niat anak laki-lakinya itu. Selama ini Dika telah membuktikan perkataan atau perbuatannya dapat dipercaya. Itu sebabnya, Ibu tidak ragu dengan keputusannya itu. Apalagi ini dalam rangka menuntut ilmu. Tentunya orangtua mana pun pasti akan mendukung. 

Meski begitu, ada sesuatu yang  mengusik Ibu. Apa lagi kalau bukan kemaskulinan Dika. Ia memperhatikan ada kelainan dalam diri Dika sejak kecil. Namun awalnya ia tidak terlalu khawatir malah terkesan permisif dan tak begitu ambil pusing. Ia menganggap kelabilan itu wajar karena Dika masih anak-anak. Pada saatnya nanti akan normal sendiri. Tanpa disadari sikap Ibu ini berakibat fatal di kemudian hari. 

Seiring waktu, anggapan Ibu ini ternyata meleset. Yang terjadi adalah sebaliknya. Dika yang fisiknya anak cowok, makin lama makin mirip anak cewek baik kelakuan maupun penampilannya. Berbagai indikasi kuat mengarah kesana dan disaksikan Ibu sendiri langsung. Pernah tidak sengaja Ibu mendengar Dika lagi ngobrol di hp dengan gaya bicara yang berbeda sekali dari biasanya. Intonasinya lemah lembut, bahasanya gaul, ekspresinya genit dan centil banget. 

Namun saat di hadapan Ibu, semua tampak normal saja. Tak ada yang aneh pada diri Dika. Begitu piawainya Dika bersandiwara sehingga membuat Ibu berpikir Dika seperti itu hanya saat bergaul saja. Ibu yang terperdaya seakan membenarkan pendapat itu. Ibu seakan menyangkal itu bukanlah Dika yang sesungguhnya. 

Sesekali Ibu mendapati Dika nonton tv acara infotainment atau yang berkaitan dengan wanita seperti kecantikan, make up, fashion, dan kontes-kontes wanita. Kalau kepergok Ibu, Dika refleks langsung ganti channel. Seolah tidak memperhatikan gerak-gerik tersebut, Ibu tampak tidak menyalahkan perilaku tersebut. Menurutnya tidak ada salahnya nonton acara seperti itu. Toh tidak akan berpengaruh banyak pada diri Dika. 

Di lain waktu, saat sedang membersihkan kamar Dika, Ibu tidak sengaja menemukan kosmetik dan parfum aroma perempuan. Ibu yang tidak bertanya lebih lanjut hanya berbaik sangka mungkin saja itu punya temannya Dika yang terbawa. Ibu jadi ingat sebelumnya, Dika tak jarang beraroma wangi seperti parfum perempuan. Setelah itu pun tak kalah sering Dika seperti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun