Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalut (#3)

14 Maret 2021   10:30 Diperbarui: 14 Maret 2021   10:38 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(wallpaperbetter.com)

Tumbuh jadi balita yang sehat, montok, dan menggemaskan, semua orang baik keluarga, tetangga maupun teman kerja mengapresiasi "keberhasilan" Martha ini. Padahal dibaliknya ada seorang yang sangat berjasa. Meski tidak pernah mendapat pengakuan secara eksplisit dari Martha ataupun Herdi, Bi Imah tidak mengurangi kekhidmatan dan pengabdiannya pada keduanya. Faktor Tomi lah yang membuatnya bertahan dan rela melakukan semua itu. 

Karena hari-harinya selalu dekat dan bersama Bi Imah, tak heran Tomi kecil menganggap Bi Imah adalah ibunya sendiri. Tidak hanya sekali, Tomi sering tertidur di pangkuan Bi Imah. Sambil membelai lembut rambut Tomi, dirinya mengalunkan tembang Jawa. Kadang ia juga suka mendongeng sebelum Tomi tidur. 

Kebiasaan Bi Imah berbahasa Jawa dalam keseharian, terbawa saat mengasuh Tomi. Tomi yang sering mendengar otomatis suka ikut meniru. Bahkan ia mampu ngomong beberapa patah kata dan membalas ucapan Bi Imah. Namun ternyata hal itu diketahui Martha. Ia lalu menegur Bi Imah agar tidak berkomunikasi dengan Tomi menggunakan bahasa Jawa tapi harus memakai bahasa Indonesia. Bi Imah yang lugu nurut saja. Padahal Martha dan Herdi sendiri keturunan Jawa.

Pernah Tomi kecil mengalami demam panas tinggi yang membuat Herdi dan Martha kalang kabut. Di saat mengigau, yang disebutnya hanyalah nama Bi Imah. Dokter yang memeriksanya dibuat keheranan. Ada rasa cemburu pada diri Martha tapi ia berusaha menutupinya. Ia tidak menyangkal jika dirinya memang tidak selalu ada untuk Tomi. "Tapi itu semua kulakukan semata-mata untuknya, " ujarnya seraya menghibur diri. 

Di lain waktu, sepulang sekolah, Tomi pernah mengatakan sesuatu yang mengejutkan Bi Imah.
"Bi Bi! Tadi Bu Guru bilang, ibu adalah orang yang paling dekat dengan anaknya," kata Tomi.
"Iya, betul itu, Dik." ucap Bibi sambil mengganti pakaian TKnya Tomi.
"Tapi kok Mama gak deket tuh sama Tomi. Malah Tomi deketnya sama Bibi. Maen sama Bibi. Mamam sama Bibi." jawab Tomi serius. 

Merasa kaget, Bi Imah tersenyum sambil berkata, "Iya karena Mama kan kerja. Jadinya Bibi yang ngasuh Tomi," jawab Bi Imah seraya merapikan baju yang baru dipakai Tomi.
"Berarti ibunya Tomi Bibi dong?" tanya Tomi menohok.
"Ibunya Tomi kan Mam Martha. Bukan Bibi." jelas Bi Imah.
"Oh iya ya." jawab Tomi cengengesan. 

Peran besar Bi Imah jelas terlihat saat Tomi menginjak masa sekolah. Ia mempersiapkan segala keperluan Tomi. Saat Tomi TK, Bi Imah yang mengantar jemputnya karena kebetulan jaraknya dekat dengan rumah. Seiring waktu, kesibukannya berangsur berkurang saat Tomi SD. Bi Imah lebih banyak waktu santai dan sendirian di rumah karena Tomi baru pulang sekolah sore. 

Beranjak SD, Tomi mulai punya dunia sendiri. Tomi yang sekarang berbeda dengan Tomi yang dulu Bi Imah kenal. Pulang sekolah, ia lebih banyak di kamar mengerjakan pr, baca komik, atau main hp dan video game. Bicaranya irit persis seperti ayahnya. Sikapnya lebih kalem dan tertutup. Walau agak berubah, Bi Imah tetap senang menyaksikan tumbuh kembangnya Tomi. 

Begitu banyak kenangan dalam diri Bi Imah selama bersama keluarga ini. Namun penyakit diabetes yang diidapnya ditambah rematik dan asma yang kadang kambuh, memaksanya untuk berhenti bekerja. Di akhir kebersamaannya, Bi Imah mulai merasakan firasat kurang baik tentang hubungan Herdi dan Martha. Ada kecenderungan keduanya kian terseret ke dunianya masing-masing. Namun ia berdoa dan berharap yang terbaik bagi keluarga ini. 

Dilepas oleh Herdi sekeluarga, Bi Imah pulang kampung dijemput putra sulungnya. Tomi remaja tampak begitu sedih menyaksikan kepergian Bi Imah untuk selamanya. Begitu banyak kenangan yang tak terlupakan dan masih melekat di benaknya tentang masa kecilnya bersama Bi Imah. Melihat Tomi yang belum pernah semuram ini, sang Mama refleks merangkul dan mendekapnya. Sebuah momen haru sekaligus langka yang pernah terjadi di keluarga ini. 

Kini Tomi seolah seorang diri, sedih, dan bingung apa yang hendak diperbuat. Perasaan takut dan cemas meliputinya. Dengan menghapus dan memblokir nomor kontak Erika di hpnya, Tomi berusaha menjauhi dan melupakan Erika. Ia juga membuang semua foto, video, dan file lain yang berkaitan dengan Erika. Ia pun mengubur dalam-dalam kenangan dan masa lalunya bersama Erika. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun