Mohon tunggu...
Ahmad Hakam
Ahmad Hakam Mohon Tunggu... -

A wilderness explorer is a friend to all, be it a plant, fish or tiny mole!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

‘Road-Egocentrist Personality Disorder’

30 Maret 2014   15:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:17 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

‘Road-Egocentrist Personality Disorder’

Telah ditemukan (atau lebih tepatnya dikategorikan dengan sengaja sebagai) satu jenis kelainan mentalitas yang diberi nama ‘Road-Egocentrist Personality Disorder’. Belum diketahui pasti obat penawar/pengurang keparahan kelainan ini maupun terapi efektifnya. Penelitian mendalam dan intensif masih terus dilakukan untuk upaya penyembuhannya.

Gejala Umum:


  • Merasa dirinya satu-satunya yang paling berhak atas jalanan, padahal orang lain juga berhak dan sama-sama bayar pajak jalanan.
  • Kurang menggunakan logika dan common sense dalam berkendara di jalanan.

Gejala Khusus:


  • Suka menyerobot dan meng-cut jalur pengendara lain sehingga membuat orang lain kaget.
  • Suka berganti lajur kanan-kiri seenaknya, berhenti di tengah jalan seenaknya, dan mengintimidasi kendaraan di depannya bila merasa dihalangi, dan memainkan pedal gas sehingga mengeluarkan polusi tingkat tinggi (skornya -50 berdasarkan standar Euro 7).
  • Suka menikung di persimpangan dengan melalui lajur lawan arah (seolah berada di sirkuit balap dengan mengambil bagian dalam tikungan atau persimpangan, demi ‘racing line’ istilahnya) yang membuat kaget dan bingung pengendara dari arah sebaliknya yang justru berhak atas lajurnya itu.
  • Suka marah sendiri padahal tahu kalau diri sendirilah yang melakukan kesalahan, tapi saking egosentrisme-nya kuat, maka apapun kasusnya pasti orang lain lah yang dianggap salah.
  • Suka berlebihan bermain dengan klakson seperti balita yang baru bisa menekan tombol mainan dan mendengar bunyi-bunyian tanpa tahu alasan sebenarnya perlu sejauh itukah bereaksinya.
  • Suka berhenti di depan lampu merah dengan maksud akan bisa mulai jalan lagi lebih cepat dari yang lain, tapi sebenarnya malah memperlambat karena harus terpaksa diklakson dan/atau di-lampu jauh oleh yang di belakang yang ternyata lebih yakin bahwa lampu memang sudah hijau.
  • Suka mengambil jalan pintas ilegal untuk putar balik padahal tempat putar balik resmi tidak terlalu jauh dan bila dihitung-hitung akan sama saja atau lebih cepat melalui jalur resmi plus tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain.
  • Suka berkendara lawan arah tanpa perasaan bersalah yang berarti, sehingga tetap percaya diri saja seolah tidak ada pengendara lain. Mungkin pikirnya, ‘Ya selama ga nabrak dan ga nyenggol, cuek aja, kalo terjadi insiden pun pasti gw galakin aja, meskipun gw tau gw yang salah, hehe…’
  • Mungkin ada gejala umum/khusus lain yang belum teridentifikasi atau disebutkan.

Penyebab:

Penyebab kelainan mentalitas ini (atau lebih tepatnya dikategorikan dengan sengaja sebagai demikian) diperkirakan karena kurang kepedulian, kurang pendidikan, kurang rasa kebersamaan, kurang kesadaran, kurang punya visi pride kalau bangsa maju di kancah dunia itu hebat, dan mungkin kurang (peng)ajar(an). Sebab-sebab lain mungkin ada, namun belum teridentifikasi atau tak tersebutkan.

Penanganan:

Himbauan, nasehat, pemasangan seruan dalam bentuk spanduk dan baliho ukuran 300x600 meter di setiap sudut kota, penambahan ukuran rambu lalu lintas dan font ukuran sembilan juta, penjelasan logis, pendidikan karakter, peraturan tegas, hukuman tangan besi, dan social engineering. Medikasi dan terapi yang cocok dan efektif efisien masih terus diteliti dan dikembangkan.

Kelainan mentalitas ini (atau lebih tepatnya dikategorikan dengan sengaja sebagai demikian) mungkin tidak terlalu serius membahayakan diri dan orang lain, namun bila dibiarkan nanti bisa menjadi akut dan lama kelamaan, setelah berabad-abad bisa berevolusi menyebabkan kekacauan dan keterbelakangan peradaban manusia yang mengidapnya.

Kelainan mentalitas ini ditemukan (atau lebih tepatnya dikategorikan dengan sengaja sebagai demikian) dan dinamai oleh dr Niko Sastrowardoyo, Lc, MA, PhD yang lulus dari Fakultas Teologi dan Shariah Universitas Muhammad ibn Abdullah di Madinah Al Munawwarah Saudi Arabia, Fakultas Kedokteran Universitas Jerusalem di Palestina/Israel, dan Fakultas Psikiatri Reykjavik University di Islandia. Sebelum melanjutkan studi sarjananya, ia menamatkan taman kanak-kanaknya di pedalaman Papua, menyelesaikan sekolah dasarnya di daerah Penggilingan Kalimantan Timur, dan menyelesaikan SMP dan SMA nya di salah satu pinggir kota kecil di Afghanistan di bawah bimbingan kelompok Taliban progresif.

Menurutnya, kelainan mentalitas ini (atau lebih tepatnya dikategorikan dengan sengaja sebagai demikian) sering dijumpai di kota-kota besar negara yang biasa disebut negara berkembang, dan sangat sedikit sekali atau hampir tidak ditemui di negara-negara yang biasa dinamakan dengan negara maju (walaupun istilah developed dan developing ini agak euro-sentris tapi tidak apalah, ada benarnya juga). Biasanya ini juga indikator atau tanda perilaku yang paling jelas terlihat sebagai pembeda mana bangsa yang berperadaban dan berakhlak tinggi dan peduli kepada sesama dengan bangsa yang berperadaban terbelakang dan berakhlak tidak baik terhadap sesama.

dr Niko Sastrowardoyo memberikan komentar tambahan bahwa mungkin seorang yang mulia yang telah tiada namun kisahnya sangat terkenal berakhlak sempurna dan mengajarkan akhlak itu melalui pesan-pesannya yang berlimpah akan prihatin bila melihat ini saat ini. Nasehatnya justru dipraktekkan oleh bangsa yang mungkin jarang menyebut namanya, apalagi menyanjungnya.

‘A kind of disorder may be another kind of order.’ Sesuatu yang dianggap ketidakteraturan mungkin adalah justru suatu jenis keteraturan.’ Tapi bila demikian adanya, mengapa banyak terpasang pesan-pesan publik yang meneriakkan keteraturan? Seandainya rumput yang bergoyang bisa berbahasa manusia, mungkin kita bisa mengerti jawabannya.

6°12′S 106°48′E Sembilan Februari Dua Ribu Tiga Belas Pukul Tiga Dua Puluh Tujuh Menit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun