Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Pengacara - Menulis apasaja, Berharap ada nilai manfaat dan membawa keberkahan. Khususnya, untuk mengikat Ingatan yang mulai sering Lupa.

Berusaha menjadi orang yang bermanfaat untuk sesama. Santri, Advokat bisa hubungi saya di email : ozyman83@gmail.com, HP/WA : 085286856464.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sertifikasi Nikah, Pendidikan Pranikah lebih Tepat

20 November 2019   11:51 Diperbarui: 20 November 2019   12:02 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar dulu, Baru Nikah kemudian (Dokpri)

Pernikahan adalah pintu masuk hubungan sah dan suci berkeluarga. Hukum pernikahan dalam konteks Indonesia, menempati posisi penting dan vital. Namun, entah salah kaprah atau terlanjur dipahami keliru, hukum keluarga kemudian dipersempit dan seolah hanya terbatas soal Perceraian, harta gono gini, rebutan hak asuh anak dan beberapa masalah akibat perceraian lainnya.

Harus diakui, berdasarkan pengalaman, saat kita merencanakan menikah dan kemudian mendaftar ke Kantor Urusan Agama (KUA)--setidaknya pengalaman pribadi saya dulu saat mau menikah di KUA--memang ada semacam pelatihan dan pendidikan pra-Nikah antar calon pasangan mempelai, program ini kemudian dan belakangan saya tahu bernama kursus calon pengantin (Suscatin), sebagai program yang telah berjalan dibawah kementerian Agama (Kemenag).

Tapi, saya kira yang terjadi saat itu adalah formalitas belaka. Mengingat, waktunya yang sangat terbatas, bayangkan, pelatihan yang cuma sehari untuk sebuah hubungan yang langgeng dan abadi.

Kedua, dari sisi tenaga pengajarnya yang tidak menunjukkan keseriusan. Disamping problem lain yang sangat menentukan yaitu program ini, seolah bukan menjadi prioritas dari program KUA sendiri. Terbukti saat pelaksanaan dijalankan, sama sekali terlihat setengah hati, untuk tidak mengatakan hanya main-main belaka. Sehingga dari pengalaman ini, tentu kita bisa mengambil gambaran dan kesimpulan hasilnya yang apa adanya.

Keluarga Cermin Peradaban Bangsa

Saya kira, di Indonesia, hingga saat ini belum ada sistem pernikahan dan keluarga --hukum keluarga--yang komprehensif. Baik dalam kerangka konsep maupun praksis. Maksud saya, system yang komprehensif mengatur dengan ideal hubungan keluarga, dari pra-nikah, saat proses nikah berkeluarga dan hingga berakhir pernikahan (meninggal atau sebab lainnya). Terlepas, bahwa urusan keluarga adalah urusan domestic, sehingga adakalanya memang takperlu Negara mengatur-ngatur urusan domestic dan privat keluarga.

Padahal, keluarga sebagai entitas terkecil dan penting dalam bangunan besar berbangsa dan bernegara, sangat menentukan dan menjadi ukuran dan standart inheren, apakah sebuah bangsa berperadaban maju ataukah sebaliknya. Pendek kata, maju dan tidaknya sebuah bangsa dicerminkan oleh setiap keluarga masing-masing warga Negaranya.

Semakin banyak keluarga yang sukses, sejahtera lahir dan bathin, berperadaban tinggi dan baik, maka kesejahteraan dan peradaban bangsa adalah niscaya. Sebaliknya, manakala tingkat broken home setiap keluarga pada masyarakat meningkat tinggi tanpa bisa dikontrol dan dibatasi, maka kehancuran bangsa akan menjadi hal yang menyusul kemudian hari.

Sehingga saya kira, tetap perlu dipikirkan bagaimana menjaga dan merumuskan dan mewujudkan norma pernikahan yang suci untuk membentuk keluarga yang harmani---yang tentu menjadi impian dan tujuan awal para calon mempelai---tidak jauh panggang dari api.

Sertifikasi Nikah, Apakah tidak sebaiknya Sertifikasi Pelatihan Pra-Nikah?

Mengingat betapa penting dan sucinya hubungan keluarga, dan vital untuk mempertahankannya tetap langgeng dan utuh, demi peradaban kemanusiaan. Maka, menyiapkan dan mengkonstuksinya agar tetap sesuai dengan tujuan dan harapan semua pihak, memang dibutuhkan keterlibahatan Negara untuk hadir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun