Aku terus berteriak-teriak. Hanya saja kepedulian sepertinya telah menjadi sesuatu yang amat langka di komplek lokalisasi ini, membuat lelaki tersebut kian beringas melucuti pakaianku.
Aku tetap berontak, mencakar dan memukul dengan membabi buta. Namun semua usahaku berakhir sia-sia.
Bau minuman keras kembali menyengat ketika lelaki itu menindih paksa diriku. Tangannya liar menggerayangi tubuh mungilku, meremas dadaku dengan amat kasar, dan…
Aku menjerit sejadi-jadinya saat kurasakan sebuah benda tumpul berusaha menyelusup ke dalam organ kewanitaanku.
***
Kutembus pekat malam dengan wajah bersimbah air mata. Jutaan ketakutan memburuku dari segala penjuru, menghasutku untuk berkali-kali menengok ke belakang dan berharap tak ada yang mengejar.
Dari balik tabir kegelapan, kulihat seorang bapak tua mengayuh becak. Dengan amat nekat kuhadang becak tersebut dan melompat ke atasnya.
“Pak, tolong, Pak! Tolong bawa aku pergi dari sini secepatnya…!” ratapku sambil terus menangis, membuat bapak tua tersebut langsung menggenjot becak dengan sekuat tenaga tuanya, walau dengan mimik wajah yang menyiratkan kebingungan sekaligus keterkejutan.
***
dengan kefakiran
kita guncang arasy Tuhan