Mohon tunggu...
Ahmad zaenal abidin
Ahmad zaenal abidin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penjahit kata

Seorang penyulam yang percaya bahwa jahitan kata bisa merubah dunia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Ke Mana Anak-anak yang Tak Lolos Saringan Masuk?

22 Mei 2022   10:29 Diperbarui: 24 Mei 2022   12:52 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa waktu ke depan adalah saat dimulainya kembali tahun pelajaran baru, lembaga pendidikan model pesantren dan sekolah formal membuka pendaftaran untuk siswa/santri.

Sekolah favorit biasanya jadi tujuan para orang tua untuk mendaftarkan anaknya, begitu juga Pondok Pesantren. Jika sekolah favorit jadi tujuan biasanya karena kurikulum dan fasilitasnya, maka Pondok Pesantren di rujuk karena sosok Murobbinya.

Keterbatasan fasilitas membuat banyak lembaga pendidikan mengadakan ujian saringan masuk, saringan itu bisa berupa test kelayakan/kemampuan calon siswa, atau ada juga yang model subsidi silang, di mana kelas umum dibuka dengan test masuk, sementara yang tanpa test, masuk dalam kelas VIP, tujuannya untuk memberikan subsidi silang. Yang mampu mensubsidi yang kurang mampu.

Masalahnya, bagaimana nasib calon siswa/santri yang tak lolos ujian saringan masuk dan tak mampu biayai kelas VIP?

Konstitusi kita mengamanatkan pendidikan untuk segenap anak bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika yang lolos sekolah/pesantren favorit adalah anak-anak pintar, maka bagaimana nasib anak yang kurang pintar?

Rheinald Kasali dalam buku "Strawberry Generation" membandingkan institusi pendidikan negara maju model New Zealand. 

Di sana menurutnya, tidak ada ujian saringan masuk, karena amanat konstitusi sama seperti kita, mencerdaskan anak bangsa. Jadi sistem saringan masuk itu diubah jadi "replacemet" alias penempatan. (Maaf jika salah bahasa).

Jadi, semua calon siswa/santri yang mendaftar sejatinya akan diterima, hanya saja disesuaikan penempatan sesuai kemampuannya, di sini kita bisa lihat bahwa amanat konstitusi itu tercapai, jika pendidikan bagus hanya untuk yang pintar, apakah yang kurang pintar tidak layak untuk dapat pendidikan yang bagus?

Salah seorang pengasuh pondok pesantren favorit di Jawa timur menggunakan metode saringan masuk serupa, karena keterbatasan fasilitas, banyak calon santri yang tidak bisa diterima. Ada beberapa pertanyaan serupa dari netizen menyinggung amanat konstitusi yang dirasa bertentangan dengan kebijakannya.

Sang Pengasuh berpendapat, untuk mencetak seorang calon ulama, memang diperlukan sosok yang pintar dari awal, karena sosok Ulama itu sejatinya harus menguasai 12 fan ilmu agama, diharapkan ke depannya tak ada lagi orang yang mengaku ahli agama tapi bertentangan dengan kaidah agama itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun