Mohon tunggu...
Ahmad Aunullah
Ahmad Aunullah Mohon Tunggu... Konsultan - Pelaku Wisata

Pelaku wisata yang tidak suka berada indoor terlalu lama. Berkantor di Lombok, bertempat tinggal kebanyakaan di laut.

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Labuan Bajo Hanya untuk Orang Berduit?

15 November 2019   01:59 Diperbarui: 16 November 2019   04:08 4085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah Private Island di Indonesia (Dok Pribadi)

Secara jujur saya agak tersentak dengan sebuah berita pada hari ini yang saya baca di kompas.com dengan judul : "Gubernur Viktor Laiskodat: Wisatawan Miskin Tak Boleh Datang ke NTT", hawa panas hari ini menambah panas saat saya membaca judulnya saja.

Akan tetapi setelah saya membacanya, hawa sedikit mendingin kembali karena menurut saya ada sebuah kesalahpahaman dalam memaknai wisata premium itu sendiri dari Bapak Gubernur.

Banyak dari kita dan bahkan para produsen barang sekalipun sering bingung di segmen mana mereka berada, apakah di premium atau mewah, pada suatu kesempatan saya melihat iklan sebuah produk yang memperlihatkan perubahan bungkusan pada produk itu yang mereka sebut sebagai kemasan premium.

Apa yang salah dari itu ? Saat mereka menyebut kemasan premium itu menandakan bahwa kemasan produk tersebut yang premium bukan pada produknya sedangkan kata premium memiliki makna 'pay more to get more' atau bayar lebih untuk mendapatkan (kualitas) yang lebih. 

Sehingga bila kita membeli barang tersebut itu berarti kita membeli kemasan yang premium bukan kualitas dari barang yang ada di dalam kemasan tersebut.

Premium dan Mewah juga sering disamakan maknanya. Sebuah mobil buatan Eropa yang banyak dari kita mengenalnya dengan harga hingga menembus diatas Rp. 1M apakah itu premium atau mewah? 

Apakah tas yang berharga milyar an dan sering dimunculkan oleh beberapa dari kita di Media Sosial apakah barang premium atau mewah ?

Sesuatu yang masih diproduksi masal belum tentu dapat dikatakan mewah dan barang yang berharga milyar an pun bila masih bisa dibeli di butik sekalipun belum tentu barang mewah melainkan ada yang disebut dengan 'Branded Item' khususnya pada dunia fashion. 

Lain halnya apabila kita membeli lukisan atau jam tangan yang dulunya digunakan oleh seorang Raja atau Ratu, sesuatu yang memiliki nilai keabadian dan cerita dibalik barang tersebut dan sudah tentu tidak tersedia di butik di kawasan elit kota Paris sekalipun, itulah beberapa tanda dari sebuah barang mewah bukan dari harga nya saja.

Apabila kita berada disebuah penerbangan jarak jauh di mana biasanya akan terbagi dalam beberapa kelas seperti kelas ekonomi, kelas binis dan kelas utama.

Ada beberapa maskapai yang juga menawarkan kelas ekonomi premium di mana terdapat penambahan layanan pada kelas ekonomi seperti misalnya jarak antara kursi yang agak lenggang atau penambahan pada sistem entertainment-nya.

Dalam hal ini kata premium disini menandakan peningkatan kualitas pelayanan dalam kelas ekonominya akan tetapi tetap akan berbeda dengan kelas bisnis dan kelas utama dalam hal pelayanannya.

Premium itu belum eksklusif seperti mewah, sehingga apabila ingin menjadikan sebuah destinasi yang hanya untuk orang berduit itu berarti sudah menjurus kepada "keeksklusifan". 

Jika memang Labuan Bajo akan dijadikan sebuah destinasi eksklusif dimana kata bapak Gubernur hanya untuk orang berduit saja, sebaiknya kita perlu mendalami lebih jauh dan memahami betul apa yang menjadikan sebuah destinasi menjadi eksklusif.

Private Island yang sudah dikembangkan di beberapa pulau di Kepulauan Riau mungkin bisa menjadi referensi bagaimana membangun sebuah destinasi eksklusif atau yang masih hangat yaitu Nihi Resort di Sumba.

Lokasinya jauh dari sentuhan pembangunan dibanding daerah lain dan taraf kehidupan masyarakatnya tidak sebanding dengan daerah lainnya, akan tetapi sebuah resort disana dengan segala keterbatasannya dapat masuk dalam 'bucket list' para wisatawan di segmen wisata mewah.

Sebuah destinasi yang mewah bukan ditandai oleh bangunan tinggi dan infrastruktur yang mewah pula namun lebih pada bagaimana sebuah destinasi dapat menawarkan pengalaman berlibur kepada wisatawan di segmen mewah ini.  

Sebuah Private Island tidak membutuhkan Shopping Mall yang megah atau Restaurant cepat saji seperti yang terjadi di destinasi mainstream.

Ini karena selain wisatawan disegmen mewah ingin menikmati liburannya secara total dan lepas dari segala aktivitas pada rutinitas mereka, juga karena kemewahan tidak mengikuti permintaan seperti permintaan akan sebuah Shopping Mall. Mereka ingin leluasa menentukan jam tidur dan bangun mereka tanpa ada bunyi alarm yang mereka dengar setiap pagi.

Dan tidak semua orang dapat ke private island yang biasanya hanya diperuntukan kepada tamu-tamu resort yang mereka kelola di pulau tersebut, ini letak keeksklusifannya.

Bangunan resort mereka juga dapat dikatakan bukan dibangun dari beton atau dihiasi dengan lampu-lampur kristal yang mahal harganya. Justru lebih sederhana dan memfokuskan bangunanya dan isinya pada ke etnic kan dan mencerminkan kelokalan dari daerah tersebut.

"Premium pada wisata itu layanan bukan destinasi."

Jadi apa yang membuat private island sebuah destinasi mewah? pengalaman berlibur yang sesuai dengan pilihan dan preferensi wisatawan di segmen mewah dan privasi adalah jawabannya.

Setiap orang memiliki pilihan dan preferensi dalam berlibur, jika wisatawan di segmen umum, hal yang terpenting bagi mereka adalah mereka dapat berlibur dan keluar dari rutinitas dan melakukan kegiatan yang menyenangkan bersama teman dan saudara.

Untuk yang segmen premium mereka akan memilih dari segi kualitas terutama dalam layanan dan mereka yang segmen mewah, mungkin keinginan mereka bisa jadi diluar dugaan seperti menginap di pedesaan yang di kelilingi bukit; jauh dari keramaian atau para isterinya ingin belajar memasak makanan lokal langsung di dapur rumah penduduk lokal.

Dengan sadar dan tidak disadari oleh kita semua termasuk para Otoritas Daerah bahwa wisata itu pada dasarnya sudah sebuah kemewahan karena semua orang akan mengeluarkan uang diluar dari kebutuhan sehari-harinya.

Malah, ada yang harus menabung untuk sebuah liburan, jadi bila ada yang mengatakan hanya untuk orang yang berduit saja, semua individu  yang ingin liburan sudah pasti berduit dan berkantong tebal hasil dari tabungan.

Namun, kembali kepada individu masing-masing untuk menempatkan mereka sendiri apakah di segmen biasa atau segmen premium dalam mendapatkan pengalaman selama berlibur, dan untuk individu yang super kaya tersebut tidak perlu mendapatkan pengakuan bahwa mereka kaya dan berduit yang hanya bisa ke destinasi untuk orang berduit.

Karena dalam berlibur bukan pengakuan yang mereka butuhkan namun lebih kepada bagaimana liburan mereka dapat melepaskan kepenatan mereka dalam sehari-hari yang jelas berbeda tingkatannya dengan yang di segmen premium

Wisata Premium di Indonesia

Wisata Premium juga sebenarnya bukan sesuatu yang baru, di daerah lain seperti Lombok, Bali, Manado sudah ada yang menawarkan wisata dengan layanan premium karena pada dasarnya menurut saya bahwa premium pada wisata itu layanan bukan destinasi.  

Sebuah liburan keluarga yang menginap di sebuah private villa dengan tersedia seorang driver, butler dan juru masak yang siap 24 jam dalam menjawab bunyi lapar perut anak-anak kita ditengah malam, apakah itu bukan sebuah liburan dengan layanan premium dan juga hassle free ?

Sebagai penutup dan akhir kata, izinkan saya mengatakan bahwa Premium bukan dan belum mewah bahkan masih jauh dari sebuah keekslusifan, sebuah kamus untuk orang berduit.

Maju terus Pariwisata Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun