Mohon tunggu...
Ahmad Aunullah
Ahmad Aunullah Mohon Tunggu... Konsultan - Pelaku Wisata

Pelaku wisata yang tidak suka berada indoor terlalu lama. Berkantor di Lombok, bertempat tinggal kebanyakaan di laut.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Kelokalan dalam Pariwisata

24 Agustus 2019   02:26 Diperbarui: 24 Agustus 2019   05:31 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ingatan saya kembali ke tahun 2014 ketika itu saya dan tim berada di sebuah pantai yang biasa digunakan untuk perlombaan selancar di daerah Sumbawa. Saat saya beristirahat sebelum melanjutkan sesi foto kembali, saya bertemu dengan peselancar dari Brazil yang baru selesai berselancar dan menanyakan kepada saya "sedang apa kamu ?" kemudian saya menjawab bahwa saya sedang melakukan sesi foto untuk website wisata sambil menyebut nama pantai ini, kemudian dia berkata sambil bertanya, saya kira nama pantai ini 'Scar Reef', kemudian saya menjawab pantai ini namanya Jelenga bukan Scar Reef, memang nama itu sebutan khusus dikalangan peselancar sesuai dengan jenis ombaknya disana.

Ketika itu saya mulai bertanya kepada diri sendiri dan dari beberapa tempat yang saya telah kunjungi di Indonesia, saya memperhatikan  bahwa beberapa nama spot atau tempat atraksi dinamakan dengan bahasa asing, bukan dengan bahasa Indonesia bahkan terkadang nama asli nya tidak atau jarang didengar oleh pengunjung nya, seperti di pantai di atas tersebut.

Saya juga memperhatikan akan diving sites dan snorkeling spots yang juga menggunakan nama asing, walau tidak semua namun apabila alasan menggunakan nama asing itu karena berdasarkan pemberian nama oleh si penemu spot tersebut yang kebetulan orang asing atau untuk lebih memudahkan pengunjung asing dalam pengucapannya, menurut saya hal tersebut tidak mencerminkan kelokalan dari daerah tersebut. Sedangkan bila kita berkunjung ke negara manapun juga, semua tempat selalu menggunakan bahasa setempat dan tidak berubah hanya untuk alasan memudahkan pengucapan bagi pengunjung.

Kelokalan adalah akar rumput dari pariwisata dan  turis asing sangat menghargai kelokaan, mereka akan senang apabila dapat berinteraksi dengan lokal seperti panen padi atau menangkap ikan dan lain lain, sehingga apabila kelokalan dari sebuah daerah sudah pudar, apalagi yang kita bisa tunjukan dan justru ada kemungkinan tempat kita berakhir sebagai tempat pelesiran bukan destinasi wisata. Jangankan turis asing, anak-anak yang setiap hari tinggal di kota besar jika melihat kerbau di sawah pun mungkin akan takjub dan gembira karena melihat sesuatu yang jarang mereka lihat.

Kelokalan bagi saya tidak hanya akar rumput dari pariwisata namun juga branding dari daerah tersebut yang memiliki fungsi sebagai pembanding atau ciri khas dari daerah tersebut dengan daerah lainnya. Branding tidak hanya berlaku untuk produk namun juga destinasi wisata, bahkan pulau sekalipun seperti yang dilakukan Hawaii dengan melakukan Island Branding.

Ironis nya pudarnya kelokalan juga disebabkan oleh pelaku wisata lokal yang ikut dalam irama dari turis atau yang mungkin yang secara kebetulan partner bisnis nya orang asing sehingga ikut dalam arus nya seperti membangun penginapan yang modern dan lebih menampilkan kemewahan daripada ciri khas daerah nya. Kelokalan juga sering dikorbankan atas nama pembangunan sehingga baik bangunan, tradisi atau apapun yang mencerminkan kelokalan dari daerah tersebut memudar dan pada akhirnya tempat tersebut tidak beda dengan kota-kota besar lainnya yang lebih menonjolkan bangunan modern, bukan sebuah destinasi wisata. Contoh lain yang mungkin kita sering jumpai adalah saat pihak penginapan atau tour operator memberikan cinderamata kepada tamunya dimana kebanyakan dari mereka  memberikan yang tidak mempresentasikan kelokalan daerah tersebut seperti voucher makan bukannya kain tenun atau hasil kerajinan lainnya.

Pemberian ijin kepada investor untuk menggunakan pulau sebagai Private Island seperti yang ada di beberapa pulau di Indonesia juga sering melupakan kelokalan karena mereka lebih mengutamakan kenyamanan bagi para tamunya daripada memperhatikan kelolakan walau mereka berkata bahwa mereka sering membawa tamunya ke desa terdekat agar tamu mereka dapat lebih mengenal daerah tersebut, namun letak desa tersebut di pulau lain, tidak di pulau dimana mereka membangun resor.

Saya hingga kini belum menemukan jawaban atau solusi dari semua ini, namun semakin lama semakin banyak kelokalan dari daerah sering tidak diperhatikan sebagai ciri khas daerah tersebut. Mungkin benar juga grup dari Irlandia U2 melalui lagunya ' I still haven't found what I am looking for' yang hingga kini mereka juga belum menemukan apa yang mereka cari walau sudah naik gunung, keliling kota-kota dan lainnya, demikian juga saya yang belum menemukan jawaban yang saya cari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun