Mohon tunggu...
Ahmad Zidni Nuuron Ala
Ahmad Zidni Nuuron Ala Mohon Tunggu... Mahasiswa - HI, SEMOGA BETAH

WELCOME

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demi Demokrasi

7 Oktober 2021   08:20 Diperbarui: 7 Oktober 2021   08:25 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia telah berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak sebagai pesta demokrasi terbesar di dunia. Akan tetapi, pesta tersebut secara fakta hanyalah tragedi atas meninggalnya ratusan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Telah tercatat lebih dari 850 jiwa meninggal dan 5.175 petugas yamg sakit dalam acara tersebut yang seharusnya bisa disebut pesta demokrasi tersebut.

Belum lagi kondisi geograafis negeri yang begitu beraneka ragam. Medan yang amat berat kerap menyulitkan pergerakan di tengah maraknya tekanan para pendukung kontestan. Ratusan petugas bekerja dengan kecemasan sampai akhirnya banyak yang berguguran. 

Menjadi korban demi menjaga setiap suara agar pantas diminta pertanggungjawaban. Angka ini bahkan bisa dibilang 2 kali lipat lebih dari jumlah korban akibat terorisme. Apakah pemilu 2019 masih bisa disebut pesta demokrasi atau tragedi demokrasi?.

Apabila kita menarik mundur dalam sejarah, Indonesia telah melaksanakan Pemilu sebanyak dua belas kali. Pemilu pertama diadakan pada tahun 1955, kemudian berlanjut dilaksanakan pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Sebelum berakhirnya era Pak  Presiden Soeharto, Pemilu diadakan kembali pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan yang terakhir 2019. 17 April 2019 yang bertepatan pada hari Rabu menjadi awal baru bagi Indonesia. Karena untuk pertama kalinya, warga negara akan memilih secara serentak yaitu calon anggota legislatif (Pileg) dan capres-cawapres (Pilpres).

Hal yang membedakan dengan tahun sebelumnya adalah untuk menyederhanakan tiga Undang-Undang menjadi satu Undang-Undang. Ketiga Undang-Undang itu adalah Penyelenggara Pemilu diatur oleh UU No. 15 Tahun 2011, Pemilu Presiden diatur oleh UU No. 42 Tahun 2008, dan Pemilu Legislatif diatur oleh UU No. 8 Tahun 2012. 

Dan tujuan awal dari Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan pemilu serentak tersebut ialah demi tujuan yang lebih baik. Selain untuk menghilangkan politik uang yang marak terjadi, juga untuk meringankan biaya pemilu dan waktu pelaksanaan. Akan tetapi, sepertinya pemerintah tidak melihat yang terjadi di lapangan.

Sekitar enam juta orang bertugas dalam Pemilu Serentak yang diadakan di seluruh penjuru tanah air. Telah ada ratusan petugas penyelenggara pemilu yang meregang nyawa karena diduga kelelahan saat menjalankan tugasnya. Banyak dari pihak keluarga korban merasa sangat berduka atas kejadian yan merenggut orang-orang tercintanya.

Menurut Ali Azhari, ayah dari almarhumah Ahmad Farhan, anggota PPS TPS 068 Jatinegara, Jakarta Timur yang meninggal diduga kelelahan saat bertugas. Apabila yang dikatakan oleh Pihak Kedokteran itu benar, yaitu syarat mutlak untuk petugas penyelenggara pemilu yaitu stamina yang fit, maka tak mungkin hal ini terjadi. Karena bisa juga terjadi disebabkan oleh penyakit kronis yang diderita dan dipicu oleh kerja keras yang begitu dahsyat saat menjadi petugas pemilu. 

Hal yang membuat bekerja keras saat pemilu ialah menghitung formulir C1 yang begitu banyak. "yang paling menguras tenaga dan konsentrasi adalah C1. Karena kita sudah capek menghitung sampai malam, lalu mengisi formulir C1 yang jumlahnya banyak, harus ditandatangani dan tulis tangan. Lalu disortir lagi untuk dimasukkan ke amplop. Saya yang anak muda saja lelah" ucap Farid Abdurrahman Ketua KPPS TPS 42 Kota Depok, Jawa Barat. 

Formulir C1 sendiri adalah formulir yang harus diisi untuk pemilihan presiden, DPRD Provinsi, DPRD, DPD, dan DPR RI dengan masing-masing formulir tersebut lima rangkap. Perjuangan dan tantangan untuk ikut menyukseskan pemilu sangat dialami oleh KPPS apalagi yang dialami petugas penyelenggara pemilu di daerah pelosok.

Mengenai banyaknya persoalan yang terjadi di Pemilu 2019 ini, pemerintah meminta maaf atas tragedi yang terjadi dan juga mengapresiasi kepada pahlawan demokrasi. Pemerintah juga akan menimba ulang terhadap pelaksanaan pemilu serentak yang tentunya akan kembali diadakan pada lima tahun kedepan yaitu 2024. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun