Mohon tunggu...
Ahmad Matdoan
Ahmad Matdoan Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat, Managing Partners Kantor Advokat Ahmad Matdoan dan Rekan, Direktur Yayasan Pendidikan Negeri Nusantara (YPNN), Staf Khusus Bidang Hukum Bupati Kaimana

Mulia, Sejahtera dan Selamat

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca Peta Pilpres 2024 (Dalam Perspektif Regulasi Pemilu)

26 Juli 2022   13:00 Diperbarui: 28 Juli 2022   09:10 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika konfigurasi gerbong koalisi seperti digambarkan di atas benar-benar terjadi atau setidak-tidaknya terdapat 3 (tiga) gerbong koalisi saja, maka saya berkeyakinan tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dapat memenangi pemilihan dalam 1 (satu) putaran atau pilpres akan dilakukan dalam 2 (dua) tahap, mengapa demikian? 

Pertama, dalam konstitusi, Pasal 6A ayat (3) UUD 1945 mensyaratkan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, kemudian dalam Pasal 416 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2017 menjelaskan lebih rinci lagi, yaitu ; “Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50% (lima puluh persen) dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20% (dua puluh persen) suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari ½ (setengah) jumlah provinsi di Indonesia” selanjutnya ayat ke-2 dalam pasal yang sama menyebutkan ; “Dalam hal tidak ada Pasangan Calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), 2 (dua) Pasangan Calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat secara langsung dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”

Berdasarkan berbagai hasil survei elektabilitas 3 (tiga) dan/atau 4 (empat) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden tingkat keterpilihan tidak mencapai angka 50%, semuanya di bawah itu.

Kedua, selama pelaksanaan pilpres dilaksanakan dengan pasangan calon lebih dari 2 (dua) pasangan belum ada pasangan calon yang memenangi pemilihan pada putaran pertama pilpres dilaksanakan, kecuali Pilpres Tahun 2009.

Pertanyaan kemudian adalah yang dapat memenangi pilpres kedepan paslon siapa atau dari gerbong koalisi yang mana? Untuk menjawab pertanya tersebut baiknya beberapa hal yang menjadi catatan kita dibawah ini.

Gerbong Koalisi PDI-Perjuangan

Sebenarnya peta politik Nasional hari ini, “bolanya” ada “ditangan” PDI-Perjuangan, lembaga politik dalam hal ini DPR RI mayoritas fraksi dikuasai oleh PDI-Perjuangan dengan jumlah 128 kursi, begitu pula lembaga eksekutif dalam hal ini Presiden adalah kader PDI-Perjuangan, dalam konteks sebagai kader partai, jika kedua kekuatan ini tidak “bermain” dengan singkron dan “permainananya tidak cantik”, maka dipastikan sulit memenangi pertarungan pilpres 2024, dan menurut hemat saya kemungkinan itu ada.

Untuk itu, saran saya sebaiknya PDI-Perjuangan atau gerbong koalisi yang akan dipimpin PDI-Perjuangan hati-hati dalam mengusung pasangan calon, catatan hasil pilpres Tahun 2004 gerbong koalisi PDI-Perjuangan pernah mencalonkan pasangan calon dari unsur Nasionalis-Religius, Ibu Megawati-K.H. Hasyim Muzadi dan hasilnya kalah dari pasangan calon SBY-JK, kemudian PDI-Perjuangan kembali mencalonkan Ibu Megawati-Prabowo Subianto dari unsur Nasionalis-Militer, hasilnya juga kalah jauh dari pasangan calon SBY-Budiono, baru kemudian berturut-turut PDI-Perjuangan berhasil dalam mengusung Jokowi-JK pada Tahun 2014 dan Jokowi-Ma’ruf Amin pada Tahun 2019.

Berkaca dari data empiris hasil pilpres sebelumnya, sebaiknya PDI-Perjuangan dalam mengusung pasangan calon jangan bertarung tunggal (single fighter) atau bermain solo, artinya sebaiknya PDI-Perjuangan membentuk gerbong koalisi dengan parpol lain, jangan karena alasan PDI-Perjuangan satu-satunya parpol yang memenuhi abang batas presidential trashold lalu merasa jumawa, kemudian tidak mau membentuk koalisi dengan parpol lain, jika hal ini yang terjadi saya pesimif pilpres kali ini akan dimenangkan oleh PDI-Perjuangan.

Selain itu apabila PDI-Perjuangan bertarung tunggal (single fighter) mengusung paslon sendiri, saya kuatir PDI-Perjuangan akan dijadikan musuh bersama (common enemy) pada pilpres putaran kedua. Misalkan pilpres 2024 diikuti 3 (tiga) atau 4 (empat) paslon dan tidak ada yang mencapai hasil lima puluh persen, maka paslon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua ikut kembali dipilih pada putaran kedua, dan misalkan saja paslon yang diusung PDI-Perjuangan lolos pada puturan kedua, maka pada putaran kedua ini lah PDI-Perjuangan sulit membentuk koalisi dan akan dijadikan musuh bersama, pada titik ini PDI-Perjuangan mungkin saja dikeroyok semua parpol secara habis-habisan, karena dianggap “arogan” sebab tidak mau berkoalisi dengan parpol lain pada putaran pertama, dan akhirnya mungkin saja kalah.

Selanjutnya yang tidak kalah pentingnya, pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusung PDI-Perjuangan sebaiknya mempertimbangkan dari berbagai unsur baik kewilayahan, partai politik dan atau non partai dll, kemudian pasangan calon paling kuat yang menjadi lawan tanding siapa saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun