Menanamkan Nilai Demokrasi Sejak Dini: Langkah Strategis Membangun Talenta Gen Z untuk Era 5.0 dan Indonesia Emas 2045
Oleh: A. Rusdiana
Di tengah dinamika global menuju Era 5.0, Indonesia membutuhkan generasi muda yang tidak hanya inovatif, tetapi juga memiliki pemahaman kuat tentang demokrasi. Pemilihan Ketua OSIS menjadi salah satu wahana praktis untuk menanamkan nilai-nilai demokrasi sejak dini. Proses ini mencerminkan praktik demokrasi miniatur yang mengajarkan siswa mengenai hak suara, pentingnya partisipasi aktif, serta toleransi terhadap perbedaan pendapat.
Menurut teori demokrasi deliberatif, partisipasi aktif dalam proses pengambilan keputusan dapat memperkuat pemahaman seseorang terhadap tanggung jawab sosial. Namun, praktik ini sering kali kurang ditekankan dalam sistem pendidikan formal Indonesia. Sebagian besar siswa hanya memahami demokrasi secara teoritis tanpa mengalami aplikasinya secara langsung.
Di sinilah pemilihan Ketua OSIS menjadi relevan dan strategis dalam menutup kesenjangan (GAP) antara teori dan praktik demokrasi. Tulisan ini bertujuan untuk menggali cara pemilihan Ketua OSIS dapat dimanfaatkan secara optimal untuk membangun talenta muda Gen Z, mempersiapkan mereka menghadapi tantangan Era 5.0, dan menyongsong Indonesia Emas 2045.
Berikut ini adalah eksplorasi lebih lanjut mengenai Menanamkan Nilai Demokrasi Sejak Dini: Langkah Strategis Membangun Talenta Gen Z untuk Era 5.0 dan Indonesia Emas 2045:
Pertama: Memahami Hak Suara dan Peran Individu; Pemilihan Ketua OSIS memberikan pengalaman langsung kepada siswa tentang pentingnya hak suara. Dengan mengikuti proses ini, siswa memahami bahwa setiap suara memiliki nilai yang sama dalam menentukan pemimpin. Hal ini menanamkan kesadaran bahwa peran individu sangat penting dalam membentuk masa depan bangsa. Gen Z yang telah mengalami proses ini lebih mungkin menghargai hak pilih mereka ketika memasuki usia dewasa.
Kedua: Menghormati Perbedaan dan Keberagaman; Dalam pemilihan Ketua OSIS, seringkali kandidat berasal dari latar belakang yang berbeda. Siswa diajak untuk mengevaluasi program kerja, visi, dan misi kandidat, tanpa memandang faktor personal seperti suku, agama, atau status sosial. Melalui ini, siswa belajar menghormati keberagaman dan menjadikannya kekuatan, yang sangat relevan dalam membangun bangsa yang inklusif di Era 5.0.
Ketiga: Melatih Kemampuan Berpikir Kritis dan Memilih secara Rasional; Dalam pemilihan, siswa didorong untuk berpikir kritis saat mengevaluasi kandidat. Mereka belajar menganalisis program kerja berdasarkan kebutuhan komunitas sekolah, bukan hanya berdasarkan popularitas. Kemampuan berpikir kritis ini merupakan modal penting dalam menghadapi tantangan Era 5.0, di mana pengambilan keputusan berbasis data dan logika menjadi kunci keberhasilan.
Keempat: Menumbuhkan Sportivitas dan Ketahanan Mental; Proses demokrasi mengajarkan siswa untuk menerima hasil dengan lapang dada, baik sebagai pemenang maupun yang belum terpilih.