Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Pemberontakan China di Purwakarta

26 Juli 2020   21:40 Diperbarui: 30 Oktober 2022   08:47 1279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kerusuhan yang dilakukan orang-orang China sejak dari kota Purwakarta hingga ke Tanjungpura (Karawang). Dalam kerusuhan itu loji, penjara, rumah sakit, gudang dan bangunan lainnya yang belum lama dibangun di Purwakarta dibakar dan dirusak, sejumlah rumah, toko dan bangunan lainnya di sepanjang jalan antara Purwakarta, Karawang dan Tanjungpura dijarah barang-barangnya dan dirusak bangunannya.

Untuk menumpas kerusuhan ini dikerahkan pasukan dari Batavia (Jakarta), Buitenzorg (Bogor), Cianjur, Bandung dan Karawang, baik pasukan berkuda (kavaleri) maupun pasukan berjalan kaki (infanteri), baik serdadu Belanda maupun prajurit pribumi. Kaum perusuh dipatahkan kekuatannya oleh pasukan pimpinan Alibasah Sentot Prawirodirdjo.

Nama Alibasah Sentot Prawirodirdjo, muncul dalam peristiwa bersejarah di antaranya sebagai panglima perang (Alibasah) dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Setelah Alibasah Sentot Prawirodirdjo menyerahkan diri sebagai panglima perang dalam Perang Diponegoro pada tanggal 17 Oktober 1829 ia kemudian masuk dalam dinas ketentaraan kolonial Hindia Belanda yang belakangan 'main mata' dan sempat ikut serta berperan dengan Kaum Padri di Minangkabau dalam Perang Padri (1821-1837) di bawah pimpinan Imam Bonjol.

Menurut Saleh As'ad Djamhari dalam disertasinya "Stelsel Benteng Dalam Pemberontakan Diponegoro 1827-1830 - Suatu Kajian Sejarah Perang", sebutan Alibasah di sini adalah setara dengan jabatan Komandan (Panglima) Divisi, sebutan yang lain lagi adalah Basah setara dengan jabatan Komandan Brigade, Dulah setara jabatan Komandan Batalyon dan Seh setara jabatan Komandan Kompi.

Sebutan demikian hanya ada dalam hirarki kepangkatan dan jabatan para pejuang di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro dalam Perang Diponegoro (Perang Jawa, de Java Oorlog) pada tahun 1825-1830. Perlu kita ketahui bersama, bahwa tentara Diponegoro merupakan tentara yang dibentuk dan mencontoh tentara (pasukan) khusus Janissari dari Kesultanan Turki Ottoman (Kekhalifan Usmaniyyah).

Dalam naskah "Carita Perang Cina di Tanjungpura Kabupaten Purwakarta" teks bait 102, 177, 179, 182, 248, 250, 252 dan 253 menyebut nama tokoh Pangeran Alibasah sebagai komandan pasukan yang membawahi 4 (empat) orang tumenggung yang mendapat tugas dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk menumpas pemberontakan orang-orang China di Purwakarta.

Menurut Philippus Pieter Roerda van Eysinga dalam bukunya "Handboek der Land- en Volkenkunde, Geschied-, Tall-, Aardrijks- en  Staatkunde van Nederlandsch Indie."  Yang juga diperkuat oleh Franois Vincent Henri Antoine Ridder de Stuers dalam bukunya, menuliskan "Gedenkschrift van den Oorlog op Java van 1825 tot 1830", menuliskan, bahwa Alibasah Sentot Prawirodirdjo memimpin Barisan Sentot, yang semula adalah Barisan Pinilih atau Satuan Pinilih, dengan pakaian seragam serban hitam bergaris putih dan jaket rompi merah membawahi 4 (empat) orang tumenggung namun yang tertulis hanya ada 3 (tiga) tumenggung, yaitu : Pangeran Sumo Negoro, Raden Tumenggung Prawiro di Puro dan Raden Tumenggung Marto Puro.

Pasukan terdiri dari 250 orang tentara infanteri pribumi dan 50 orang tentara kavaleri berkuda pribumi. Pasukan kavaleri berkuda Alibasah Sentot Prawirodirjo awalnya berjumlah 400 orang kemudian telah ditambah dengan 600 orang pasukan infantri sehingga jumlahnya genap 1.000 orang pada Perang Diponegoro.

Menurut Edi Suhardi Ekadjati dalam bukunya "Wawacan Carita Perang Cina di Tanjungpura Kabupaten Purwakarta" dan Ajip Rosidi dalam bukunya "Ensiklopedi Sunda" pasukan ini berangkat dari Batavia, menyusuri pantai Utara menuju Tanjungpura. Setelah menyeberangi sungai Citarum di bagian hilir, Alibasah Sentot Prawirodirjo beserta pasukannya bertemu dengan rombongan pemberontak orang China.

Terjadilah pertempuran, kaum pemberontak berhasil dihancurkan kekuatannya, antara lain 600 orang pemberontak dari seluruhnya 800 orang tewas dalam pertempuran itu di Tanjungpura. Kekuatan lainnya (200 orang) ditangkap, ditawan dan dihukum mati oleh pasukan Priangan.

Namun sayangnya apa yang ditulis oleh Prof. Dr. Edi Suhardi Ekadjati dalam buku "Wawacan Carita Perang Cina di Tanjungpura Kabupaten Purwakarta", pada halaman 6 telah ditulis keliru dalam bahasa Indonesia yang berbunyi sebagai berikut:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun