Mohon tunggu...
Ahmad Said Widodo
Ahmad Said Widodo Mohon Tunggu... Sejarawan - Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Peneliti dan Penulis Sejarah dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Pemberontakan Cina Makao di Purwakarta

22 April 2019   16:23 Diperbarui: 16 Mei 2019   13:27 655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang bekerja atau yang menjadi kuli di perkebunan teh yang tersebut di atas, kebanyakan bangsa Tionghoa saja, yaitu orang Makao, menetapnya di sebuah perkampungan yang terkenal sebagai Pasir Nagara Cina (di kaki Gunung Burangrang). Di Wanayasa ada pabrik-pabrik kecil tempat mengolah teh itu. Sedangkan pabrik yang besar-besar adanya di Purwakarta, tempatnya disebut Belong. Di situlah tempat mengumpulkan teh dari mana-mana, serta kemudian diolah secukupnya, sampai dapat dikirimkan (diekspor) ke negara-negara yang jauh. Yang bekerja di situ kebanyakan masih orang Makao juga.

Dikarenakan pembayarannya tidak terlalu bagus, sering tidak menentu waktunya dan sering banyak potongan atau denda, seluruh orang Makao itu merasa tidak puas, ingin mengeluarkan uneg-uneg. Mula-mula orang Makao di Purwakarta dan yang ada di Wanayasa berunding diam-diam yang sangat rahasia, berniat mengadakan kerusuhan bersamaan. Pada hari yang sudah disepakati sebelumnya langsung saja secara bersamaan ada kerusuhan di Purwakarta dan di Wanayasa. Gedung-gedung Kompeni dibakar, banyak orang Belanda yang dibunuh.

Kepala pengurus perkebunan di Wanayasa namanya Sheper Leau, teramat sangat bengisnya, pada waktu itu dipukuli, dilempari dengan batu, pada akhirnya disembelih (dipancung), sedangkan mayatnya kemudian dibuang ke dalam hutan, serta sampai sekarang hutan itu disebut hutan Ciperlau. Tepat di bekas mayat itu ditandai dengan  batu besar, sehingga sampai sekarang disebut Batunanceb. Diceriterakan di Purwakarta sedang ada kerusuhan, ada seorang priyayi yang terbawa-bawa, diarak oleh orang Makao. Priyayi itu ada yang menolong, dimasukkan ke dalam pabrik teh yang besar (belong), selamat tidak kurang sesuatu apapun. Nantinya priyayi (jaksa) itu disebut sebagai Jaksa Belong.

Seterusnya ke soal nama Rancadarah 

Orang Makao dari Wanayasa sambil mengajak orang Tionghoa yang lain, menyerang ke Purwakarta, berniat menyatukan tenaga, agar bisa mengalahkan pasukan Kompeni. Ketika sampai di tanjakan Pasirpanjang (yang teramat panjangnya, kurang lebih ada 3 km). Mereka bertemu dengan iringan pasukan Kompeni yang akan menumpas kerusuhan di Wanayasa, dengan pakaian dan persenjataan lengkap. Seketika itu juga terjadi pertarungan, perang campur aduk, sudah tidak bisa membedakan kawan dengan lawan, sudah tidak ingat kepada menang atau kalah, asalkan dapat memuaskan nafsu, asal bisa membinasakan musuh, jangan sampai keduluan pihak musuh, tegasnya perang mati-mati hidup-hidup. Yang terjadi dari kedua belah pihak sudah berserakan. Banyak yang berjatuhan ke bawah. Sehingga sampai ke sepanjang jalan yang jauhnya kira-kira setengah kilometer penuh oleh mayat, darahnya tergenang, malah sampai menjadi kubangan, kata yang punya ceritera, yaitu ranca-getih atau ranca-darah. Nah, itulah asal mulanya, sehingga dari semenjak itu tanjakan Pasirpanjang disebutnya menjadi tanjakan Rancadarah.

Tambahan : Di sebelah bawah tanjakan itu ada tempat yang cekung, disebutnya Legoksigay, dikarenakan waktu banyak mayat yang berjatuhan ke sana itu, di lembahnya ada pohon enau yang dipelihara yang dipakai naik turun oleh komisi sehabis perang, yang ingin mengetahui siapa-siapa yang menjadi mayat........'."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun