Di tanah yang tertukar, langit pun terbalik,
Gemuruh sunyi melantun dalam kata-kata kosong.
Sungai-sungai yang dulu bercermin, kini keruh,
Menjadi saksi bisu bagi bayang yang hilang.
Di balik tembok waktu, gema tak terucap,
Angin berbisik dalam bahasa yang lupa.
Bunga-bunga jatuh tanpa musim yang datang,
Dan langkah-langkah berhenti pada titik yang tak ada.
Di jalan yang tercipta dari jejak-jejak semu,
Tangan yang mengarah telah rapuh, patah.
Kunci yang hilang ditukar dengan janji-janji retak,
Sedang suara terbawa angin, terbang, dan menghilang.
Langit yang pernah menatap lurus, kini buram,
Mentari hilang di balik layar yang tak tersentuh.
Awan berkelindan dalam bentuk yang berbeda,
Menyembunyikan wajah di bawah topeng yang samar.
Tapi siapa yang melihat?
Siapa yang mendengar saat mata tertutup,
Saat telinga terbungkam oleh kertas-kertas usang,
Di sana, di tempat di mana rindu bertemu dengan lupa?
Di sana, di tanah yang retak,
Pencari jalan hanya menemukan bayang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H