Mohon tunggu...
Ahmad Shodiqy
Ahmad Shodiqy Mohon Tunggu... Editor - Deky Ahmad

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Permana

10 Oktober 2019   20:55 Diperbarui: 10 Oktober 2019   20:53 3
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Dia selalu gagal menghitung jumlah jeram sungai yang buncah menyilang,
memotong alis kekasihnya. Penaka badal yang ditakdirkan untuk terus mengganggu musim-musim yang angkuh.

Tak dapat lagi ia jangkau wilayah dan nusa-nusa yang rindu janjikan.
Nanun sudah ia titipkan sentuhan itu pada ciuman purba_masa depannya telah mati di pancung seutas senyum gelandangan asing.

Hari ini bening, pening, hening dan kuning. Senjanya menawarkan separuh kesempatan untuk mengaduk dingin secangkir pahit duka lara Pablo Neruda: "kau terbuat dari segalanya, tetapi jarak menelan segalanya."

Hujan diutus untuk menyelinap_menuntun air mata yang tergesa-gesa.
Sebab hidup adalah jawaban dari pertanyaan yang tidak ada.
Maka menangislah dengan sederhana. Mereka yang tidak ikut memiliki, tidak berhak merasa kehilangan. Tidak berhak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun