Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita dan Burungnya

18 Juni 2021   10:02 Diperbarui: 18 Juni 2021   10:05 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pic by smartmastering.com

Bertubuh tinggi besar, lumayan cantik untuk ukuran di  tempat itu dan sedikit cerewet dalam hal yang tak ia sukai dan setujui. Kadang ia menghela nafas panjang bila pekerjaanya tak kelar atau menggerutu tak jelas. Kadang ia memilih kawan , beberapa orang, uintuk diajak mengerumpi masalahanya. Tetapi yang dia pilih adalah yang seide dan sepertujuan. Tentu saja ini tak menyelesaikan masalah. Bahkan kadang mereka rela mengobrol berjam-jam hanya untuk menguliti seseorang yang menurut pandangan mereka tak layak dipuji. Sesekali ia tertawa terbahak-bahak hingga suara besarnya memenuhi ruangan dan membuat oranag di sekitar menoleh ke dia. Mereka tak berani mengernyitkan dahi, maklum ibu besar ini punya posisi di tempat kerjanya. Mereka cukup dam atau mengangguk bila bertemu. Namun pada orang tertentu dia menerima dengan baik untuk mengobrol , terutama dengan kroninya. Ah, mungkin itu istilah berlebihan untuk crew rumpian dia.

Tekanan darahnya yang tak normal membuat dia rutin mengonsumsi obat anti hipertensi. Itulah mengapa kami memahami mengapa kadang-kadang dia emosional , atau sesekali berkata agak lantang suaranya, benar-benar lantang bukan kritis. Tetapi kalau bertemu orang kritis dan ingin memperbaiki kinerja dia akan memasang pembatas, seolah mengancam kedudukannya. Padahal mereka hanya para pekerja yang ingin bersuara secara wajar saja. 

Wanita ini lupa , dia berada disana karena hak prerogatif pimpinaan. Sepanjang dia diusulakan untuk menduduki jabatan itu memang dia tak pernah mendapatkan suara terbanyak . Maklum , beberapa sifat kontroversialnya membuat para khalayak mengurungkan niatnya . Artinya dia mestinya mau mawas diri, memperbaiki sikap dan tidak menjadi 'oposisi' bagi apa yang mestinya di bimbingnya.

Sepulang kerja wanita ini selalu melihat burung yang ada di terasnya. Dia beranggapan seperti terpenjara oleh kedudukannya sekarang. Sungguh dia sebetulnya tidak cukup cakap untuk ambil posisinya yang sekarang. Migrainnya mulai kambuh, hipertensinya juga tak tertahan. Burung itu cantik tetapi dia hanya bisa memperlihatkan kecantikannya pada orang sekitar, dia tak sanggup bebas merdeka seperti teman-temennya. Dia terbellenggu oleh rasa jengkelnya, kecemburuan, rasa dengki dan kebencian yang tanpa sebab. Namun dia tak sadar semuanya itu mengakibatkan penyakitnya yang diderita semakin lama semakin kompleks. Ternyata manajemen hati dan perasaan juga perlu bagi semua orang. Awal mula penyakit adalah dari ketidakmampuan diri dalam mengelola batin, perasaan, hati dan juga fikiran.

Tuhan memberkati kita akal sehat untuk memilih menjadi burung yang bebas dari semua kejelakan atau bersangkar dengan semua beban.

Sampai tulisan ini selesai, wanita itupun belum mampu bersikap. Dia terus tenggelam tanpa ada yang mengingatkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun