Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kabut Cinta Bim-bim

25 Desember 2018   14:53 Diperbarui: 25 Desember 2018   15:13 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Tribun Jateng @sekutu keadilan

Hujan mulai rintik sejak pagi. Hari ini tepat 25 Desember 2018. Libur bagi yang merayakan hari besarnya dan libur pula bagi Rita yang dia nikmati dengan kesendirian bersama di kamar. Dia tidak pulang kampung seperti tiga orang temanya di sebelah. Hanya dia dan Seshia yang tinggal di kost itu.Tak ada matahari yang menyinari. Rita masih terhanyut oleh berita tsunami di Banten dan Lampung. Di otaknya berkumpul ribuan informasi , foto korban dan juga lolongan minta tolong dari video yang diup load di youtube masih terngiang. Apakah Tuhan sedang menguji iman para mahlukNya ataukah itu bagian dari cara dia mengambil sebagian ummatnya untuk mati syahid. Dia pernah mendengar dari salah seorang ustadz bahwa mereka yang tenggelam dan terkena bencana alam dianggap mati syahid oleh Tuhan. Namun mereka harus tetapi dicari, dimandikan dan dikafani bila ditemukan dan masih memungkinkan kondisinya untuk itu.

Masih teringat di benak Rita terakhir kali dia dan anak nya Bim-Bim menghabiskan waktu dengan berjalan di sekitar bundaran kota kemudian makan bersama. Canda tawa mereka masih terngiang. Colekan Bim-Bim untuk memintanya memesankan minuman masih dirasakan. Senyumannya yang dikulum pun masih  menghias di kelopak mata.

" Rita, aku dan keluarga mau ke Banten. Kami ada urusan keluarga di sana, sekaligus urusan bisnis di hari berikutnya. Bila kamu tak keberatan kujanjikan kita untuk bertemu selepas itu", katanya di telpon, seminggu yang lalu.

Rita hanya mengiyakan. Dia tak mau mengambil terlalu banyak urusan terkait Bim-Bim dan bisnisnya. Baginya berteman saja sudahlah cukup. Bim-Bim hanya bagian kecil dari perjalanan hidupnya yang dia tidak tahu apakah akan berkesan atau tidak.

Setelah kabar tsunami yang sempat membuatnya terhenyak dia sempat menghubungi Bim-Bim. Waktu itu belum ada jawaban, dia pikir mungkin sedang terjadi sesuatu yang serius sehingga tidak sempat menjawab telpon. Tak apa,  Rita hanya berdoa dan pasrah.

Angin dan rintik hujan masih saja bermain di halaman. Mendung tetap saja menggantung dan sesekali terdengar deburan hatinya yang tak menentu menunggu kabar. Selamatkah Bim-Bim dan keluarganya ?

Rita tak sempat berdandan sore itu. Hatinya teramat gundah. Dia hanya mandi, bersisir , dan sedikit polesan bedak diaplikasikan dipipinya supaya tidak pucat . 

Duduk sendiri ditemani teh hangat yang dia buat dan roti pemberian Seshia. Baru satu gigit roti dikunyah, dilihatnya mobil biru Bim-Bim sudah di depan rumah. Terkaget dan tergopoh dia menyongsongnya.Dilihatnya wajah kuyu temannya itu.

" Ayo duduk dulu, kubuatkan teh hangat , nanti baru cerita", gandeng Rita sambil mempersilahkan tamunya ke dalam.

Bim-Bim menurut saja. Lemas masih tubuhnya. Tampak kedukaan menggenang di matanya. Loyo badannya dia sandarkan di kursi yang cukup keras.

Diteguknya teh hangat dan dia sudah tak sabar ingin segera Rita mendengarkan kisahnya. Udara di luar masih dingin dan agak mendung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun