Mohon tunggu...
Ahlan Mukhtari Soamole
Ahlan Mukhtari Soamole Mohon Tunggu... Ilmuwan - Menulis untuk menjadi manusia

Perjalanan hidup ibarat goresan tinta hitam yang mengaris di atas kertas maka jadilah penah dan kertas yang memberikan makna bagi kehidupan baik pada diri, sesama manusia dan semesta dan Ketekunan adalah modal keberhasilan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi Akal Sehat

3 Desember 2020   18:16 Diperbarui: 3 Desember 2020   19:07 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*

Menghidupkan demokrasi akal sehat merupakan tanggung jawab seluruh ummat berakal pikiran sehat. Demorkasi adalah pergulatan ragam harapan tak terhindarkan harapan dari segala kebaikan terwujud. 

Akal sehat merupakan kata pertama diucapkan oleh Bertrand Russel (1872-1970) untuk menegaskan suatu harapan universal keselamatan manusia dari segala ancaman perang nuklir, maupun kepentingan politik praktis kekuasaan menguntungkan sepihak golongan tertentu. Bertrand Russel meletakkan harapannya berupa kebaikan dengan menertibkan perang itu sendiri sebelum perang itu terjadi. 

Kini, istilah akal sehat diucapkan kembali seorang ilmiah Rocky Gerung pengajar di UI akal sehat menurutnya keutamaan berpikir dan bertindak melawan demokrasi ternodahi ‘akal sakit’ oleh kepentingan elit serta kekuasaan despotik. Nampaknya, kekuasaan otoriter merupakan suatu perlawanan dari kekuasaan akal sehat atau kekuasaan tangan besi dengan kekuasaan pikiran. 

Sejatinya demokrasi akal sehat bertumpu pada transformasi gagasan, ide membangun dialektika untuk menjejaki masyarakat cerdas terhindar dari segala perang melumpuhkan akal sehat. 

Demokrasi dari pikiran/ akal oleh pikiran untuk pikiran.Rakyat dihormati dengan pikiran sehingga mengontrol kekuasaan bukan sebaliknya penghianatan dengan mengubah demokrasi bertumpu pada uang atau kekuasaan otoriter. 

Kita harus memastikan dunia terlepas dari segala kesengsaraan meskipun berat rasanya memendam segala hasrat kekuasaan, kepastian dan keyakinan itu minimal merupakan komitmen mendasar dalam membangun keharmonisan dan ketentraman hidup. Kepastian-kepastian berawal dari kesadaran dan keraguan terlewati, fenomena kehancuran eksploitasi hanya berada pada tangan-tangan besi, memanfaatkan kekayaan sebagai titik pijak otoritasnya. Bukankah kepastian itu merupakan kejujuran untuk memilih layak dipertahankan guna membereskan segala sistem cenderung destruktif . 

Akal sehat akan menuntun itu pada kemajuan sebagaimana politik akal sehat adalah pergulatan sesungguhnya kekuasaan politik bertumpu pada cara-cara konstruktif dan berkeadaban. Titik balik keberadaban berada pada pilihan autentik, pilihan secara rasional, kemanusiaan dan objektif. 

Sebab, akal sehat akan melahirkan kekuasaan sehat yaitu kekuasaan pikiran, mampu menarasikan serta mengimplementasikan kehidupan berbasis pada nilai kemanusiaan yakni keadilan dan kemakmuran. Kekacauan demokrasi berakibat fatal kekuasaan berada pada orang tak memiliki rekam jejak, antidemokrasi dapat dikenali sebelum memperoleh jabatan atau berkuasa. 

Menurut Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt (2019) mengambarkan suatu kepemimpinan di awah kendali sosok tak memiliki rekam jejak politik konstruktif sebagaimana Trump di Amerika Serikat :pertama komitmen lemah terhadap aturan main demorkasi seperti menolak hasil pemilu 2016. Kedua, penolakan terhadap legitimasi lawan, menuduh lawannya berbahaya atau pernah melakukan kasus kriminal atau pelecehan. Ketiga, toleransi atauu dukungan kepada kekerasan. Dan keempat, adalah kesediaan membatasi kebebasan sipil termasuk media. 

Dalam konteks politik, memilih pemimpin memiliki kemurnian serta nawaitu dalam membangun adalah keniscayaan. Kerapkali kebijakan dilakukan ialah mendikte segala keputusan pemerintah tak dinginkan dinamika politik selalu berirama dalam suatu politik beradab. Hal itu tergantung pada keputusan akal sehat publik memungkinkan menciptakan pemimpin sosok demokratis, progresif. Dan dapat dipercaya.

*Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole, ST (Penulis adalah mahasiswa Pascasarjana UMI Makassar/ Pegiat Belajar Filsafat)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun