Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Memahami Pancasila

1 Juni 2022   20:25 Diperbarui: 1 Juni 2022   20:32 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MEMAHAMI PANCASILA

Oleh: Ahkam Jayadi

 

Bila kita ibaratkan posisi dan kedudukan Pancasila pada sebagian besar anak-anak bangsa ini, maka penulis mencontohkan dengan seorang anak baru gede yang baru mulai merasakan jatuh cinta (cinta monyet atau malu-malu kucing). Dalam benak dan pikirannya perempuan (Pancasila) itu adalah segalanya: cantik, menawan, istimewa dan memiliki daya tarik yang luar biasa atau mungkin dalam bahasa Pancasila memiliki kesaktian. Hanya saja semua itu masih hanya dalam batas pikiran (aspek kognitif) angan-angan dan hayalan.

Kekaguman itu belum menjadi nilai yang "ain" dalam dirinya karena dia tidak memiliki keberanian untuk mendekati si perempuan cantik itu dalam kenyataan dan kemudian menyatakan cintanya dan selanjutnya kekaguman itu diwujudkan di dalam realitas pikir, sikap dan perilakunya sehari-hari. Hal itu kemudian diperparah ketika agama datang untuk melarang mendekati si perempuan karena bahaya dan bisa menyesatkan.

            Pancasila tidak lah dapat hanya dipahami sebagai idiologi Negara (dengan segala nilai-nilai falsafahnya yang ada dan terkandung di dalam sila-silanya) oleh karena pemahaman dan pengamalan nilai-nilai Pancasila haruslah di dukung oleh nilai-nilai budaya, nilai-nilai sosial, nilai-nilai agama dan berbagai sumber-sumber nilai lainnya. Contoh, kita akan sulit untuk berharap ditegakannya nilai-nilai Pancasila pada orang-orang yang tidak memiliki pemahaman agama yang benar. Kita sulit berharap pada seseorang untuk mengamalkan Pancasila dalam kehidupannya dengan baik bila dia tidak memiliki kesadaran sejarah dan budaya bangsa Indonesia yang pluralistis.

            Pada tataran ini lah kita seringkali salah paham di dalam menempatkan Pancasia sebagai Idiologi Negara yang harus dipahami dan ditegakkan oleh setiap anak-anak bangsa. Pancasila sebelum ditegakkan sebagai Dasar Negara maka Pancasila harus di dudukkan terlebih dahulu secara benar sebagai, "Nilai perekat di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara". Pancasila harus jelas duduk tegaknya sebagai sistem nilai yang merekatkan agama-agama yang berbeda dan di anut di tengah masyarakat. Pancasila harus mampu menepis segala paham keagamaan yang seringkali masih menempatkan agama secara berlawanan dengan Pancasila dalam kehidupan bernegara. Pancasila harus mampu merekatkan anak-anak bangsa yang multi etnis dengan kesamaan kedudukan dan perannya di dalam mendirikan dan mempertahankan Negara ini sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

            Kita tentu setuju berbangga kepada Bapak Pesiden kita (Joko Widodo) yang pada tahun ini di dalam memperingati Hari Lahir Pancasila 1 Juni yang  Upacara Peringatannya dilaksanakan di Lapangan Pancasila Kota Ende Kabupaten Ende Nusa Tenggara Timur. Kota yang bersejarah dalam perjalanan pemikiran Proklamator kita (Ir. Soekarno) dalam merumuskan Pancasial sebagai dasar negara.

            Tahun ini (1 Juni 2022) Pemerintah melaksanakan perayaan hari lahirnya Pancasila dengan tema, "Bangkit Bersama Membangun Peradaban Dunia". Sebuah tema yang sangat bagus dan patut kita dukung bersama di dalam perwujudannya. Hanya saja pertanyaannya, apakah tema tersebut tidak terlalu berlebihan, bangkit bersama membangun peradaban dunia. Apakah mungkin Indonesia dapat menjadi pelopor dan pembaru di dalam mewujudkan suatu peradaban dunia. Peradaban dunia yang bagaimana yang Indonesia akan tawarkan kepada dunia yang serba multi etnis, multi kultur, multi pemikiran politik dan multi agama serta multi karakter dan sebagainya. Termasuk ketimpangan ekonomi antara negara maju dengan negara-negara berkembang dan negara-negara miskin.

            Apakah mungkin Indonesia dapat membangun suatu peradaban dunia bila bangsa Indonesia sendiri hingga kini tidak memiliki peradaban yang khas sebagai bangsa. Berbagai konflik tidak hentinya terjadi di tengah masyarakat baik konflik horisontal maupun konflik vertikal. Bila pun kita mengatakan bahwa peradaban bangsa Indonesia adalah perdaban Pancasila, maka pertanyaannya apakah peradaban itu sudah terwujud. Belum lagi dengan realitas, "distrupsi" yang banyak melanda kehidupan bangsa yang menantang realitas Pancasila (Yudi Latif, Pancasial Di Era Disrupsi, Selasa 31 Mei 2022).

            Mungkin lebih bijak jika kita mewujudkan salah satu pesan Presiden Jokowi di dalam Perayaan Hari Lahir Pancasila di atas yaitu bagaimana kita senantiasa berusaha tanpa henti dan berkelanjutan untuk membumikan nilai-nilai luhur  Pancasila dalam segenap, "ucapan, sikap dan prilaku kita sebagai anak-anak bangsa". Nilai-nilai yang pada akhirnya nanti terwujud Negara Hukum Republik Indonesia. Bangsa Indonesia yang Ber Ketuhanan Yang Maha Esa yang Berprikemanusiaan, Bersatu sebagai bangsa Indonesia yang menegakkan nilai-nilai Musyawarah Mufakat dan kekeluargaan serta adil dan makmur yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

            Persoalan ini bagi penulis belum lah tuntas hingga sekarang karena nilai-nilai luhur Pancasila masih dipahami dan ditempatkan sebagai sebuah sistem nilai pada sisi lain dan nilai-nilai agama, nilai-nilai sosial dan nilai-nilai kultur dan sejarah pada sisi lain. Celakanya hal ini bahkan banyak dipertontonkan oleh tokoh-tokoh bangsa, para politisi, tokoh-tokoh agama sehingga dampaknya masyarakat juga menjadi terpecah belah pada kelompok-kelompok yang saling klaim sebagai aku, saya, kamu bukan kita dan kami.

Realitas tersebut semakin nyata kita lihat hari-hari belakangan ini terutama menuju Pemilihan Umum 2024 (pemilihan umum presiden, kepala daerah dan legislatif) yang mengusung kepentingan kelompok dan kepentingan pribadi bahkan cenderung terjadi konflik  dan kampanye hitam. Apa benar kita bisa mendorong terwujudnya peradanan dunia yang  inklusif. Peran Rusia dan Ukraina saja hingga kini tidak bisa diselesaikan dan kita tidak melihat adanya kontribusi bangsa ini. Termasuk kontribusi negara-negara maju termasuk PBB kecuali malah menjadi provokator sehingga peran itu belum berhenti hingga sekarang.

Kita tentu di tuntut tidak hanya berani untuk berkata Pancasila atau Salam Pancasila. Tentu saja kita harus berani menunjukkan kepada dunia kepada siapa pun bahwa ucapan, sikap dan prilaku kita adalah berdasar pada nilai-nilai luhur Pancasila. Ucapan, sikap dan perilaku yang inklusif, saling mencintai dan saling menyayangi satu sama lain tanpa dihalangi oleh berbagi perbedaan kepercayaan, kultur, bangsa dan berbagai hal lainnya. Mari kita sebarkan kepada dunia bahwa nilai-nilai luhur Pancasila adalah nilai-nilai luhur yang sesuai dengan harkat dan martabat entitas kemanusiaan dimana pun manusia itu berasal dan berada.#

Ahkam Jayadi,

Ketua Pusat Kajian Pancasila UIN Alauddin Makassar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun