Mohon tunggu...
Ahda Oktafian Bakhtiar
Ahda Oktafian Bakhtiar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pemuda Madiun

Mahasiswa Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kapan Berakhir? Kebijakan Pendidikan di Masa Pandemi Justru Membuat Mahasiswa Frustasi

18 April 2021   19:03 Diperbarui: 18 April 2021   19:15 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada saat ini yang kita lihat pandemi COVID-19 memberikan krisis terhadap omset-omset masyarakat dunia di berbagai negara. Baik itu krisis kesehatan secara tiba-tiba yang mengakibatkan potensi pembunuhan secara transmisi dan juga berkurangnya vaksin yang memiliki manfaat sebagai pelawan virus. Namun, dampaknya secara luas atau GCC (Global Coronavirus Crisis) yang mempunyai dampak lebih terhadap bidang politik, ekonomi, sosial dan lingkungan.

Dalam edaran dari Mendikbud bahwa Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 menjelaskan agar proses belajar setiap sekolah maupun kampus di berbagai perguruan tinggi dilakukannya metode pembelajaran secara daring. Upaya tersebut dilakukan agar dapat mencegah penyebaran dan juga perkembangan virus Corona. Pengimplementasiannya dapat dilakukan dengan berbagai cara oleh para pendidik di tengah-tengah penutupan sekolah ataupun kampus. Implementasi tersebut sudah berjalan sebagai upaya penerapan protokol kesehatan dalam bidang kebijakan pendidikan. Akan tetapi, upaya tersebut tidak berjalan secara maksimal, karena terdapat ketidaksiapan antara pendidik dan juga mahasiswa dalam beradaptasi di era pandemi ini.[1]

Pembelajaran daring dilakukan dengan berbagai media teknologi seperti Google Classroom, Zoom Meeting, WhatsApp Group, ataupun media teknologi lainnya. Jika kita lihat bahwa dalam pembelajaran yang diterapkan secara daring ternyata tidak berjalan dengan baik. Pembelajaran dengan tatap muka hanya menyampaikan pembelajaran dalam konsep dan tujuan yang tidak efektif. Pembelajaran terus saja berlanjut hingga sekarang dalam situasi yang terlihat monoton dan pemahaman yang kurang berkembang dari mahasiswa.

Gagapnya para tenaga pendidik hanya memberikan kebingungan terhadap orang tua melalui pembelajaran di rumah. Hal tersebut saya rasakan sebagai mahasiswa saat ini yaitu mengalami kebingungan terhadap metode pembelajaran yang dilakukan secara daring. Hanya ada tumpukan tugas yang semakin banyak walaupun tugas-tugas sebelumnya sudah terselesaikan dan pada akhirnya muncul rasa kecemasan yang berlebih. Pembelajaran ini merupakan faktor utama yang menyebabkan stres mahasiswa selama pandemi COVID-19.

Rasa stres yang terus berkepanjangan akan mengakibatkan dampak yang sangat buruk terhadap sistem tubuh para mahasiswa. Stres tersebut dapat berbentuk emosional, perilaku, fisiologis, dan kognitif. Secara tidak langsung dapat menimbulkan rasa depresi, tekanan fisik, dan cemas. Selain itu juga dapat menyebabkan penyakit dalam psikologis ataupun psikis. Merasakan kecemasan dapat menimbulkan rasa kebingungan, distorsi dan persepsi. Distorsi inilah yang dapat mengganggu pembelajaran, menurunkan daya ingat kemampuan dalam hal berpikir dan juga hal lainnya.

Pemerintah melakukan kebijakan terhadap sistem pendidikan selama pandemi yaitu dengan memberikan kebijakan  physical distancing. Bahwa kebijakan tersebut dimulai dari TK, SD, SMP, SMA, hingga perkuliahan untuk melakukan pembelajaran di rumah saja. Para pendidik pun seperti dosen ataupun guru melakukan pembelajaran melalui media teknologi. Kebijakan tersebut memiliki tujuan agar dapat gencar melatih kebiasaan terhadap situasi yang sedang terjadi. Dengan adanya pemberitaan terkait percepatan penyebaran virus ataupun korban yang positif terus meningkat, presiden Joko Widodo menetapkan bahwa virus tersebut merupakan bencana nasional.

Dari beberapa aturan ataupun kebijakan yang telah dilakukan dan disahkan bahwa penyebaran rantai virus ini ini merupakan salah satu sebab terjadinya kebijakan social distancing ataupun jaga jarak sebagai cara agar memutuskan rantai penyebaran virus. Seluruh Universitas di Indonesia dihentikan dalam hal aktivitas pembelajaran offline di mana terkandung dalam surat edaran Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Dalam Masa Darurat.[2]

Dengan adanya kegiatan pembelajaran yang “diliburkan” bukan berarti pembelajaran tidak dilakukan. Mendikbud menyatakan dengan tegas bahwa dalam aktivitas pembelajaran yang dipindahkan secara daring harus tetap berjalan seperti biasanya. Dengan cara jarak jauh merupakan penerapan pembelajaran agar dapat memaksimalkan pemanfaatan teknologi di era globalisasi dalam situasi seperti ini. Pembelajaran online tersebut dapat memberikan peluang dan juga akses oleh masyarakat Indonesia dalam media teknologi. Banyak juga platform yang menyediakan beberapa bahan pembelajaran yang dapat diakses oleh mahasiswa melalui jaringan internet, hal tersebut merupakan manfaat dari pembelajaran daring ini.[3]

Berdasarkan dari analisa yang saya dapatkan dari beberapa sumber bahwa rata-rata mahasiswa mengalami stres sedang. Contoh dari seluruh mahasiswa yang ada di indonesia sekitar 65% mengalami stres sedang yang telah diuji dalam validitas dan juga reliabilitasnya. Dari hasil yang saya baca bahwa dalam tugas pembelajaran secara daring merupakan faktor utama  yang menyebabkan terjadinya stres terhadap mahasiswa ketika pandemi ini. Dan dalam fenomena ini melibatkan sekitar 65% mahasiswa berpendapat bahwa mereka mengalami stres sedang karena pembelajaran daring ini. Data diambil menggunakan kuesioner berupa pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pengumpulan data menggunakan teknik total sampling.

Disini akan dipaparkan hasil data yang dilakukan oleh para mahasiswa terkait apa saja keluhan dalam pembelajaran secara daring. Sekitar 70,29% “banyak sekali dilakukannya tugas pembelajaran”, Sekitar 57,8% mengalami bosan “hanya di rumah aja”, Sekitar 55,8% mengalami bosan karena “pembelajaran dilakukan secara online”, Sekitar 40,2% mereka “menyayangi orang-orang yang yang tidak dapat mereka temui”, Sekitar 37,4% bahwa mereka “tidak dapat melakukan pembelajaran online karena adanya keterbatasan sinyal”, Sekitar 35,8% mereka “tidak melakukan hobi seperti yang biasanya mereka lakukan” dan sisanya mereka “tidak melakukan praktek laboratorium dalam pembelajaran karena tidak ada ketersediaan alat”.[4]

Sudah kita ketahui bahwa banyaknya tugas kuliah dan rasa kejenuhan merupakan tuntutan yang berlebihan yang tergolong cepat, dan hal tersebut dapat membuat kesehatan mental mahasiswa terganggu. Pada akhirnya mahasiswa tidak dapat beristirahat secara normal, karena harus memprioritaskan tugas terlebih dahulu. Lingkungan pembelajaran jarak jauh sangat berbeda, hal ini merupakan salah satu faktor dari rasa kebosanan tersebut. Pembelajaran secara daring memiliki rasa dan kondisi yang sangat berbeda dibanding dengan pembelajaran tatap muka yang biasa dilakukan di kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun