Mohon tunggu...
Antonius Hananta Danurdara
Antonius Hananta Danurdara Mohon Tunggu... Guru - Sedang Belajar Menulis

Antonius Hananta Danurdara, Kelahiran Kudus 1972. Pengajar Fisika di SMA Trinitas Bandung. Alumni USD. Menulis untuk mensyukuri kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah Mistis: Diikuti

2 November 2021   10:39 Diperbarui: 2 November 2021   21:23 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi (sumber: pribadi)

Penulis tiba di rumah retret sekitar pk. 20-an malam. Hari itu kami bertugas menjadi pelayan dinner, pengawas kegiatan ballroom merangkap relawan dance dan polonaise di akhir acara. Rangkaian kegiatan gembira ini dipuncaki dengan acara api unggun.

Dilema pulang ke rumah

Beberapa teman guru yang mengendarai motor mulai berangkat pulang duluan usai acara polonaise. Penulis masih larut dalam kegembiraan para murid di acara api unggun. Di tengah acara, sebagian besar guru pendamping pulang dengan mobil rental dan tersisa lima pendamping, dua guru koordinator, dua guru pengisi materi untuk esok hari dan penulis. Beliau - beliau menyarankan agar saya menginap saja dan pulang di saat subuh esok hari.

Setelah acara selesai dan para murid tidur, kami sejenak melakukan penjagaan. Setelah semua dirasa purna, kami kembali ke wisma untuk beristirahat. Waktu itu Gambung sangat dingin, suhunya berkisar sepuluh derajat celsius. Tidur dengan persiapan seadanya bukan keputusan yang tepat. Akhirnya penulis memutuskan untuk tidak jadi menginap. Penulis meninggalkan rumah retret sekitar pukul satu dini hari.

Merasa diikuti lelembut "Kain Hitam Terbang"

Ramalan teman - teman saat melepas penulis pulang ternyata benar, begitu keluar dari rumah retret, penulis hanya sendirian di jalan. Perjalanan pulang menyusur balik jalan Ciwidey - Soreang akhirnya sampai di jalan berkelok - kelok. Penulis sadar, sebentar lagi akan sampai di medan mistis pohon besar itu kembali. Kali ini, pohon itu akan ada di sebelah kiri dan sangat dekat. 

Sensor kemerindingan mulai menangkap sinyal - sinyal astral dengan intensitas tinggi. Motor sengaja dilambatkan menunggu kalau - kalau ada pengendara lain yang bisa diikuti beriringan. Mungkin ruang dan waktu kala itu hanya mendukung kesendirian saat melewati pohon dan mengkonstruksi ketakutan di pikiran. 

Dinamika kemerindingan mulai menimbulkan simpangan maksimum. Aduh cilaka, ada banyak yang mengikuti, pikir penulis kala itu. Beberapa puluh energi astral terasa mengikuti dari sebelah kiri, sebelah kanan, bergerak dari atas. Berkelebat seperti kain kain hitam yang berterbangan mengejar penulis. 

Mungkin eksistensi energi ini ingin mem-bully, membuat penulis semakin tercekam ketakutan.  Apakah ini gara - gara umpatan penulis di awal berangkat tadi ? ketidakpekaan untuk mengucap salam ? Ataukah doa yang telah dipanjatkan hanya seperti mantra, yang pas kebetulan tidak mujarab ?.

Motor yang saat itu menuruni tanjakan, seharusnya melaju kencang. Dalam ketakutan yang tidak jelas ini, akhirnya penulis memberanikan diri melambatkan laju motor dan memberanikan diri menoleh ke belakang. Sosok - sosok seperti kain hitam yang berterbangan itu ternyata tidak ada, yang mengejar - ngejar juga tidak ada. Pohon itu, yang kini nampak dari kejauhan, terlihat tenang, tegar, dan kokoh. 

Pohon itu masih sendiri, mungkin untuk kesekian ratus tahun merasakan malam dan ia tidak gentar. Mungkinkah karena pohon besar itu telah menerima kehadiran para penghuni, menjamu tamu-tamunya, kasat atau tidak kasat mata, yang masuk - keluar pada batang pokok sampai ke ranting - rantingnya dengan kepasrahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun