Mohon tunggu...
Ali Al Harkan
Ali Al Harkan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa, aktualisasi, mengejar impian besar. | www.batiksastra.blogspot.com | | www.facebook.com/aharkan | | www.twitter.com/@aharkan |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan di Indonesia, Tinjauan dan Perbandingan

5 Februari 2012   00:10 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:03 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam setiap olimpiade pendidikan internasional, delegasi pelajar Indonesia selalu dapat meraih sebuah medali untuk dibawa pulang. Hal tersebut menandakan bahwa dalam ajang tersebut Indonesia tidak pernah lebih rendah dari peringkat 30 dunia. Namun tahukah Anda, dengan tingginya prestasi tersebut, pendidikan Indonesia hanya berada di peringkat 187 dunia? Hal ini tentu menunjukkan sebuah ketimpangan. Padahal dalam tinjauan perannya, menurut Profesor Canedy, sebuah pendidikan di suatu negara adalah sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan dan memajukan peradaban bangsa dalam jangka yang berkesinambungan. Untuk itulah saya di sini hendak menyampaikan sebuah pembahasan Kedudukan dan Peluang Pendidikan Indonesia dalam Tarik Ulur Peradaban Bangsa-Bangsa di Dunia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikan didefinisikan sebagai proses dan sistem pengajaran secara berkelanjutan sesuai dengan tujuan memberikan pengetahuan kepada peserta didik dalam peran yang aplikatif. Yang perlu digarisbawahi di sini adalah ‘pendidikan yang aplikatif’, yaitu pendidikan yang mampu diterapkan secara kongkrit dan menjadikan peserta didik memiliki keterampilan hidup (lifeskill). Sehingga pendidikan di sini berarti lebih dari sekedar transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga kepada transfer keterampilan.

Menurut Presiden Clinton, secara luas, bangsa yang membangun peradabannya haruslah membangun manusianya terlebih dulu. Tentu saja, karena dalam suatu proses pembangunan, tentulah ada subyek pembangun, yaitu manusia. Dari sini kita dapat menarik hal dalam kaitannya untuk meninjau pembangunan suatu bangsa, yaitu potensi manusia bangsa sebagai pembangun. Untuk itu, dalam pembangunan suatu negara, pemerintah tidak bisa hanya melaksanakan kebijakan pembangunan dalam tataran infrastruktur kenegaraan, tetapi juga mutlak dalam bidang pendidikan. Tidak mengherankan apabila saat ini 20% APBN dialokasikan dalam sektor pendidikan. Untuk menentukan kebijakan pendidikan, haruslah mengetahui permasalahan yang ada untuk mengambil kesimpulan. Saat ini, permasalahan pendidikan adalah permasalahan yang sangat kompleks. Menurut Kusumadewi Priharjo, permasalahan pendidikan di Indonesia memiliki tiga masalah utama, yaitu efektifitas, efisiensi dan standardisasi. Secara lebih lanjut, 3 permasalahan tersebut dapat diuraikan ke dalam berbagai sub-sektor pendidikan, meliputi kurikulum, biaya, fasilitas, ujian, tenaga pendidik dan lain-lain. Hal ini menuntut kerja keras pemerintah dan masyarakat untuk mewujudkan suatu sistem pendidikan yang sesuai. Membandingkan peradaban antar bangsa, tentu pula membandingkan bagaimana pemerintah di sana mendidik bangsanya. Dan bagaimana pemerintah mendidik bangsanya, maka di sana terlihat bagaimana sistem pendidikan di sana. Sebagai perbandingan, saya mengambil satu negara maju Amerika Serikat, dan satu negara maju di Asia yiatu Jepang. Kita tahu bahwa Amerika sebagai negara adidaya, dan Jepang sebagai Macan Asia, adalah 2 negara maju tidak hanya dari sisi pembangunan fisiknya, melainkan juga bagimana kedua bangsa itu mampu membangun subyek pembangunannya secara efektif dan efisien. Hal ini perlu menjadispecial studyuntuk Indonesia yang saat ini tengah mengalami begitu banyak perubahan kebijakan untuk menemukan ‘jati diri’nya.

Di Amerika Serikat, ada dua macam pendidikan, yaitu negeri dan swasta; namun antara keduanya ada pendidikan di rumah. Karena tidak disebutkan dalam konstitusi, maka tanggung jawab pendidikan adalah pada negara bagian. Pengawasan pendidikan dilakukan oleh 3 pihak, yaitu federal, state, dan local control. Di tingkat lokal, pengawasan dilakukan oleh dewan sekolah, pengawas, sekolah kabupaten, orang tua, dan masyarakat. Tiap state atau negara bagian memiliki sistem pendidikan tersendiri, sehingga ada 50 macam sistem pendidikan di AS sesuai dengan jumlah negara bagian. Masing-masing mendelegasikan kekuasaannya kepada dewan sekolah. Karena itu kontrol pendidikan terletak pada sekolah dan masyarakat di kabupaten. Perbandingan yang jelas dari segi guru adalah di bidang persyaratan. Guru harus memiliki lisensi mengajar yang dikeluarkan oleh National Board for Professional Teaching Standards. Lisensi ini harus diperbarui setiap 5 tahun. Guru harus berpendidikan minimal S-1 di bidang mata pelajaran yang diajarkan, dan menguasai metode pembelajaran. Pembaruan lisensi dimaksudkan agar guru selalu mengikuti perkembangan dan menambah pengetahuannya. Ia harus mengambil course di perguruan tinggi yang mencapai 180 poin, atau ekivalen dengan 6 kredit. Kemudian, sistem ujian/ulangan sekolah-sekolah di Jepang menarik untuk kita cermati. Pendidikan dasar (shougakkou) tidak mengenal ujian kenaikan kelas, tetapi siswa yang telah menyelesaikan proses belajar di kelas satu secara otomatis akan naik ke kelas dua, demikian seterusnya. Ujian akhir pun tidak ada, karena SD dan SMP masih termasuk kelompokcompulsory education, sehingga siswa yang telah menyelesaikan studinya di tingkat SD dapat langsung mendaftar ke SMP. Compulsory Education di Jepang dilaksanakan dengan prinsip memberikan akses penuh kepada semua anak untuk mengenyam pendidikan selama 9 tahun (SD dan SMP) dengan menggratiskantuition fee, dan mewajibkan orang tua untuk menyekolahkan anak (ditetapkan dalamFundamental Law of Education). Untuk memudahkan akses, maka di setiap distrik didirikan SD dan SMP walaupun daerah kampung dan siswanya minim (per kelas 10-11 siswa). Orang tua pun tidak boleh menyekolahkan anak ke distrik yang lain, jadi selama masa compulsory education, anak bersekolah di distrik masing2. Tentu saja mutu sekolah negeri di semua distrik sama, dalam arti fasilitas sekolah, bangunan sekolah, tenaga pengajar dengan persyaratan yang sama (guru harus memegang lisensi mengajar yang dikeluarkan oleh Educational Board setiap prefecture). Oleh karena itu mutu siswa SD dan SMP di Jepang yang bersekolah di sekolah negeri dapat dikatakan `sama`, sebab Ministry of Education menkondisikan equality di semua sekolah. Saat ini tengah digalakkan program reformasi yang memberi kesempatan kepada sekolah untuk berkreasi mengembangkan proses pendidikannya, tetapi tetap saja dalam pantauan MOE.Di tingkat SMP dan SMA, sama seperti di Indonesia, ada dua kali ulangan, mid test dan final test, tetapi tidak bersifat wajib atau pun nasional. Di beberapa prefecture yang melaksanakan ujian, final test dilaksanakan serentak selama tiga hari, dengan materi ujian yang dibuat oleh sekolah berdasarkan standar dariEducational Boarddi setiap prefektur. Penilaian kelulusan siswa SMP dan SMA tidak berdasarkan hasilfinal test, tapi akumulasi dari nilai tes sehari-hari, ekstrakurikuler,mid testdanfinal test. Dengan sistem seperti ini, tentu saja hampir 100% siswa naik kelas atau dapat lulus. Dari uraian singkat ini, kita dapat melihat bahwa sebagai negara berkembang, pendidikan di Indonesia pun masih dalam taraf perkembangan untuk menemukan ‘jati diri’. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, dalam Pengantar Analisis Kebijakan Pendidikan, menegaskan bahwa suatu pembangunan negara secara bersamaan selalu melakukan pembangunan pendidikan sebagai langkah ‘membangun pembangun.’

Oleh karena, dari sini dapat kita simpulkan bahwa pemerintah Indonesia dituntut berperan aktif dalamrule of priorityketika menjalankan kedua roda pembangunan tersebut. Tentunya kita sebagaicivitas academica, pendidik dan peserta didik, haruslah turut berperan dalam rangka mempercepat proses pembangunan pendidikan di Indonesia, yang ke depannya juga ingin mewujudkan cita-cita pembangunan Bangsa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun