Entah ini Ramadan yang keberapa jika dihitung dari tahun pertama kali aku sanggup berpuasa penuh. Aku mengingat betul pada usia berapa kedua anakku mulai mampu menjalankan puasanya, seharian, tanpa paksaan. Tetapi tidak dengan diri sendiri, ah kapan ya, di usia berapa ya, momen itu terjadi?
Ramadan demi ramadan berlalu, aku yang bertahun-tahun sebelumnya ditugaskan ibu membawa penganan ke masjid, kini tiba di fase, namaku tertulis di lembaran jadwal tersebut. Bukan lagi nama ayah, maupun ibu. Masih teringat jelas pula, bagaimana aku menjadi satu dari sekian banyak jamaah usia sekolah yang usai shalat tarawih, berbondong-bondong meminta tanda tangan imam dan khatib yang bertugas saat itu.
Waktu berjalan demikian cepatnya, membuatku mengingat kembali, belajarku sudah sampai mana? Adakah ungkapan hari ini lebih baik dari hari kemarin, berlaku pula padaku? Bismillah, ingin sekali, ramadan ini menjadi momentum untuk meningkatkan kapasitas diri.
-
Dear Ramadan, Tahun Ini Aku akan Lebih Banyak Belajar
Belajar untuk memahami, bahwa semua yang aku miliki itu adalah titipan-Nya. Tidak ada yang kekal, tidak ada yang benar-benar menjadi milikku. Dia pinjamkan sementara, untuk kelak diambil kembali. Bagian ini, terutama kaitannya akan hidup dan mati, perihal keberadaan orang-orang di sekitar kita, entah keluarga atau kerabat yang kita sayangi. Dari ramadan demi ramadan, aku belajar menerima kehilangan, memahami ketika mereka diambil kembali oleh pemilik-Nya.
Tahun 2021 lalu menjadi kali pertama ramadan kami tanpa ayah. Rupanya, 2 tahun setelahnya, adalah ramadan terakhir yang kami jalani bersama ibu. Kemudian ramadan tahun ini, adalah kali kedua kami menjalaninya tanpa suara tangis putri ketiga kami, yang berpulang tepat sebulan sebelum hari pertama puasa di tahun 2024 lalu.
Bagaimana menjalani ramadan dengan situasi yang tidak pernah kita bayangkan? Tapi mungkin inilah cara Dia membuat kita lebih banyak belajar. Belajar ikhlas, belajar lebih dekat denganNya.
-
Dear Ramadan, Tahun Ini Aku akan Lebih Banyak Belajar