Mohon tunggu...
Ahalla Tsauro
Ahalla Tsauro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar, Penerjemah & Penggemar Sepak Bola

Karena Anda bukan siapa-siapa, maka menulislah

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Meski Bendera OPM Berkibar di KJRI Melbourne, Papua Tetaplah Indonesia

11 Januari 2017   16:15 Diperbarui: 12 Januari 2017   11:06 2909
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tribunnews.com

Yang terbesit di benak saya ketika Hubungan Indonesia-Australia terganggu oleh dua peristiwa aneh minggu ini adalah itu konsekuensi hidup sebagai negara tetangga. Sama halnya menjaga kerukunan hidup bertetangga, selalu ada saja, hal-hal kecil yang mencoba untuk memperburuk hubungan antar tetangga. Padahal kita baru memulai 2017 tidak lebih dari dua minggu.

Minggu lalu kita masih ingat, Jenderal TNI mengambil keputusan untuk memberhentikan sementara kerja sama militer antar dua negara lantaran persoalan yang menyinggung identitas dan budaya Indonesia. Minggu ini, tepatnya hari jumat (6/1) ada seseorang tiba-tiba masuk ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Melbourne untuk membentangkan bendera Organisasi Papua Merdeka (OPM). Bagi orang Indonesia, tentu saja itu sebuah bentuk upaya/kampanye mengganggu kedaulatan negara. namun, bagi orang OPM, khususnya pendukung OPM adalah bentuk self-determination yang patut diperjuangkan, terlepas dari sejarah panjang persoalan kompleks di Papua.

Ceritanya, kata Jubir Kemlu Pak Arrmanatha Nasir, tepatnya jam 12.50 sesuai rekaman CCTV, satu orang memanjat dari gedung sebelah untuk masuk KJRI kemudian membentangkan bendera OPM, sedangkan rekannya mengambil foto dari luar gedung. Momen itu memang diperhitungkan, karena banyak orang-orang di KJRI sedang shalat jumat dan istirahat siang hari.

Hal ini menimbulkan reaksi dari sejumlah tokoh di Indonesia. Pertama, itu merupakan tindakan yang tidak dapat ditoleransi, itu soal kedaulatan perwakilan negara. Kedua, ada upaya provokasi dan memperburuk hubungan Indonesia-Australia setelah pemutusan sementara kerja sama militer kemarin. Ketiga, ada upaya internasionalisasi isu OPM. Keempat, upaya memanggil pulang diplomat Indonesia di Australia. Kelima, berpotensi menimbulkan anggapan bahwa Australia bukan teman yang baik lagi, karena membiarkan kejadian itu terjadi.

Namun, hal tersebut jelas direspons oleh Menteri Luar Negeri RI. Bu Retno dengan langsung telah berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop guna meyakinkan pemerintah Australia agar memproses hukum para pelaku. Hal ini merupakan langkah yang tepat bagi representatif kedua negara untuk meredam isu tersebut agar tidak membesar oleh provokasi yang bercuitan di media sosial. Bagaimanapun keadaan yang terjadi, elit memang harus berupaya meredam potensi konflik. Meskipun catatan merah hubungan Indonesia-Australia seringkali terpicu mulai dari terorisme, perdagangan daging, impor sapi, hingga penyadapan ke mantan Presiden RI.

Persoalan Papua memang kompleks. Bahkan seorang analis asal Australia berkicau di twitter menyebut, OPM adalah isu sensitif bagi Indonesia. Masihkah ingat kita, ketika Mbak Nara Masista Rakhmatia hadir dalam Forum PBB membantah soal pelanggaran HAM oleh negara-negara di Pasifik? Itu juga menyinggung upaya OPM yang juga didukung oleh negara-negara Pasifik. Hingga saat ini hanya OPM yang masih eksis menyerukan dan mengampanyekan upaya memisahkan diri dari Indonesia, berbagai macam cara telah dilakukan untuk menarik simpati dari berbagai negara, sebagaimana situs yang dimotori oleh Benny Wenda itu telah eksis, bahkan terstruktur dan sistematis (lihat: West Papus Campaign Groups).

Terlepas dari upaya OPM, itulah ujian bagi Indonesia, khususnya soal bagaimana merangkul keberagaman menjadi satu. Pemerintah perlu mengembangkan Papua kembali, memberdayakan dan menghapus stigma negatif yang sebelumnya ada. Gambar Frans Kasiepo di uang baru memang hanya langkah kecil untuk mengindonesiakan Papua. Akan tetapi bendera di KJRI Melbourne jumat lalu tidaklah pemicu belaka, tetapi juga ujian bagi kita tentang menjaga keharmonisan seluruh bangsa, tak terkecuali Papua.

Soal Australia, mereka tetap tetangga bagi kita yang patut kita hargai dan juga kita waspadai. Kita hargai lantaran kerja sama di berbagai bidang telah dibentuk sejak lama, bahkan tidak sedikit mahasiswa dan pekerja asal Indonesia yang tinggal dan hidup di sana. Selain itu, wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia juga banyak yang berasal dari Australia. Tapi, kewaspadaan juga perlu ditingkatkan. Berbagai kemungkinan buruk bisa saja terjadi dari tetangga yang katanya ditemukan oleh James Cook tersebut. Tapi yang paling penting dari peristiwa itu adalah Papua tetap Indonesia, dan Australia tetap Tetangga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun