Mohon tunggu...
Ahalla Tsauro
Ahalla Tsauro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar, Penerjemah & Penggemar Sepak Bola

Karena Anda bukan siapa-siapa, maka menulislah

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Tentang #RIPHaringga dan Pola Kasus Kematian Supporter Indonesia

24 September 2018   00:28 Diperbarui: 26 September 2018   12:33 2052
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Twitter @KevinBois28

Sampai kapan sepak bola di negeri ini harus berakhir dengan kematian supporter?

Hingga detik ini, tercatat kurang lebih 60.000-an kicauan di Twitter meramaikan tagar #RIPHaringga  sebagai bentuk bela sungkawa para penikmat maupun pemerhati sepakbola Indonesia atas meninggalnya salah satu supporter pendukung  klub kesayanganya. Sore ini (23/9) kejadian naas dan kejam seperti ini adalah yang kesekian kalinya terjadi di negeri ini.

Terlepas dari siapa pelakunya, siapa yang harus bertanggung jawab dan masih banyak pertanyaan lagi lainnya. Perlu diperhatikan pula bahwa kasus serupa memiliki setidaknya persamaan dengan kasus kasus kematian yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Salah satu faktor yang paling dominan penyebab utama kasus ini ialah kasus pengeroyokan dan frekwensi paling sering terjadi ialah pertandingan  besar antara klub dengan sejarah rivalitas yang panjang.

Diantara kasus terkait kematian supporter seperti kecelakaan di tengah perjalanan, mabuk berat pasca merayakan kemenangan, terinjak-injak dalam kerumunan, salah sasaran kembang api dan masih banyak lagi, kasus pengeroyokan ialah yang paling dominan dari yang lain. Dalam jumlah tertentu penyebab ini bisa mengarah pada kejadian lain seperti pembacokan, pemukulan, pelemparan benda berbahaya dan lain sebagainya.  Data dari Litbang Save Our Soccer (SOS) tahun 2017 menyebutkan bahwa 46% penyebab kematian supporter ialah pengeroyokan dengan berbagai macam bentuk.  Kecelakaan di tengah perjalanan medudukan posisi kedua dengan 12% dan diikuti oleh faktor terinjak-injak dalam kerumunan dengan 6%.

Nah, bagaimana kemudian pengeroyokan terjadi? Seringkali kasus kekerasan terjadi pasca pertandingan usai, apalagi jika klub yang didukung mengalami kekalahan. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pula supporter klub yang menang tetap mengintimdasi pendukung lawan yang kalah sebagai bentuk kegagahan dan superioritas tim mereka diatas tim yang dikalahkan. Sebagian dari mereka biasanya hanya iseng untuk terhadap supporter lain, sebagian lainya melakukannya untuk gagah-gagahan terhadap temannya. Menghina kelompok tertentu bisa jadi suatu kebanggaan atau kepuasan. Jika hal seperti ini terjadinya, sebisa mungkin supporter lain menjauhi, jika tidak konflik verbal akan terjadi yang memungkinkan kemungkinan terburuk lainnya terjadi. Memilih kerumunan yang aman dan menjauhi kerumunan yang dianggap berbahaya adalah salah satu langkah untuk menghindari kasus terkait pengeroyokan.

Panasnya rivalitas antar klub di suatu pertandingan juga menjadi salah satu faktor terjadinya bentrok antar supporter. Semakin tinggi tensi tingkat rivalitas antar klub, semakin memungkinkan korban berjatuhan terjadi  jika aparat keamanan tidak mempersiapkan dengan baik. Pertandingan besar yang melibatkan klub-klub besar seperti Persija Jakarta, Persib Bandung, Arema Malang, Persebaya Surabaya, PSIM Jogja, PSS Sleman  ialah yang paling sering. Tercatat hampir setengah kejadian yang melibatkan jatuhnya pendukung fanatik datang dari klub-klub tersebut sebagaimana dilansir oleh Litbang SOS. Untuk itu, pihak klub, penyelenggara liga dan pihak keamanan harus mampu memberikan porsi perhatian lebih terhadap pertandingan yang melibatkan klub tertentu untuk kemudian mampu meminimalisir kemungkinan terburuk yang akan terjadi.

Lantas tindakan apa yang dapat dilakukan guna meminimalisir kasus serupa terjadi lagi?

Setiap kepala penonton sepakbola langsung memiliki cara pandang tersendiri dalam menonton tim kesayangan. Ada yang butuh hiburan membuang kepenatan ada yang menjadikannya panggilan jiwa untuk datang di setiap pertandingannya. Istilah ''Kalah kudukung menang kusanjung'' harus benar-benar dipahami oleh para pendukung karena seringkali ketika kalah, pelampiasan yang dilakukan justru merugikan banyak pihak. Bukti nyata pelemparan kursi, pengrusakan fasilitas stadion sudah seringkali terjadi.

Edukasi Supporter bisa dimungkinkan dengan kewajiban pendataan supporter klub tertentu. Selama ini, fans klub sepakbola bisa jadi menjadi bentuk pobhia baru karena image mereka yang liar dan tidak mudah diatur, bebas dan berbuat onar seenaknya sendiri. Meski memakan waktu yang lama, tindakan ini mampu mendata  dan merekam jejak setiap pendukung fanatik dan dapat memilah bahwa mereka ini masih dalam tahap supporter yang wajar. Disisi lain, kelompok yang tidak tersaring bisa jadi merupakan oknum yang tidak mau mengikuti aturan dalam menonton suatu pertandingan.

Untuk aparat pemilik klub, federasi dan keamanan, sebagai salah satu badan penting dalam terselenggaranya suatu pertandingan, kelompok ini ialah yang paling memiliki power. Memuaskan pendukung ialah tugas terberat pemilik klub, untuk memastikan semua pihak mau menerima, peran kelompok ini sangat penting. Asosiasi tertinggi sepakbola seharusnya bisa menerapkan aturan yang tegas dan tidak pandang bulu terhadap klub tertentu. Jika diperlukan skorsing terhadap suatu klub yang tegas mampu meminimalisir kasus yang tidak diinginkan terjadi. Boleh jadi penerapan skorsing dan denda yang tidak seimbang, justru semakin memperkeruh suatu pertandingan. Terakhir, ialah pihak keamanan, kerja keras untuk mengontrol supporter ketikan pertandingan dan berakhir adalah tugas tersulit. Khusus untuk pasca pertandingan, manajemen massa ketika kekerasan terjadi harus mampu ditekan dengan agresifitas dan respon cepat terhadap para pemicu keributan.  

Sebagai penutup, setiap dari kita adalah pendukung apa yang kita suka, boleh fanatik tapi harus tahu batasannya, jangan sampai ketidaksukaan pada rival klub tertentu membawa pada kebencian yang akut yang lantas menghalalkan segala cara untuk menjadikan tindakan atas nama kebencian tertentu berhak dilakukan dan dibenarkan sendiri.

Sekali lagi, kematian bukanlah harga yang sepadan dibandingkan dengan hasil yang didapat selama 90 menit di atas lapangan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun