Mohon tunggu...
Mohamad Agus Yaman
Mohamad Agus Yaman Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman

kreator Prov. Kep. Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cultural Universal di "Pulau Kecilku" yang Bermasyarakat Multikultural

12 Oktober 2020   10:53 Diperbarui: 12 Oktober 2020   11:00 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keindahan pantai di pulau kecilku Bangka (foto:maulana@able)

Perahu yang besar biasanya digunakan untuk nelayan yang mencari ikan hingga ke pertengahan pulau Kalimantan yang bisa menampung ratusan ton ikan dan bisa menginap di tengah laut berminggu-minggu.

Pantai Tanjung Pesona Sungailiat Bangka (foto:maulana@able)
Pantai Tanjung Pesona Sungailiat Bangka (foto:maulana@able)

Kesenian

Meski banyak suku yang menetap di Kepulauan Bangka Belitung. Percampuran antara masyarakat Melayu, Bugis, Jawa, Batak, Buton, Sunda, Madura, Flores, Bali, dan Keturunan Tionghoa (Cina) menciptakan berbagai macam seni budaya.

Di bidang kebudayaan, adat istiadat masyarakat setempat tentu saja menjadi dominan diselenggarakan, bahkan untuk ukuran tertentu bisa di eksploitasi menjadi daya tarik pariwisata tersendiri. Beberapa adat istiadat yang kerap dilakukan masyarakat misalnya:

Upacara adat, pawai budaya, tari -- tarian, dan sebagainya :

  • Taber, Taber adalah upacara adat Bangka Belitung, terdiri dari taber laut, taber darat, taber sungai, taber kampong dan taber hutan, merupakan upacara tradisi bersamaan dengan dilakukannya pesta-pesta adat daerah, dengan tujuan untuk membuang balak (musibah) dan membuang sial (kesialan). Upacara Taber telah dilaksanakan sejak zaman dulu dan terus berkesinambungan menjadi sebuah tarian dengan tujuan untuk menghibur masyarakat. Namun hanya ada beberapa taber yang bertahan.
  • Ceng Beng, ritual ceng beng atau sembahyang kubur merupakan upacara perwujudan dari sikap masyarakat Tionghoa yang sangat mencintai dan menghormati leluhurnya. Kegiatan ritual dmulai dengan membersihkan kuburan (pendem), biasanya dilakukan 10 hari sebelum pelaksanaan Ceng Beng. Puncak kegiatan dilaksanakan pada tiap tanggal 5 April kalender masehi. Kegiatan ini dilaksanakan sejak dini hari hingga terbit fajar dengan melakukan sembahyang dan meletakkan sesajian.
  • Sembahyang Rebut, setiap tanggal 15 bulan 7 tahun Imlek, warga Tionghoa di Bangka Belitung selalu mengadakan ritual sembahyang rebut atau yang sering disebut Chiong Si Ku di setiap kuil dan kelenteng dimana puluhan umat memberikan penghormatan yang diiringi dengan panjatan doa keselamatan dan keberkahannya. Menjelang tengah malam, jamuan-jamuan yang dihidangkan sudah dirasa cukup dinikmati oleh para arwah, sehingga prosesi ritual dilanjutkan dengan upacara rebutan sesaji yang berada di atas altar persembahan.
  • Kongian, adalah nama lain bagi Tahun Baru Imlek. Latar belakang sejarah diadakan untuk merayakan musim semi yang biasanya datang seekor binatang yang disebut "Nian" dari pegunungan atau laut untuk mengganggu orang-orang yang dimanifestasikan dalam bentuk barongsai. Lalu orang menggunakan gaun merah dan menyalakan petasan untuk mengusir Nian. Oleh karena itu juga disebut Kongian Tahun Baru Imlek yang berarti mengusir atau menangkal Nian.
  • Nganggung adalah tradisi ketika masyarakat Bangka di kampung-kampung membawa dulang berisi makanan yang ditutupi tudung saji untuk dimakan bersama di masjid atau balai desa. Tradisi biasanya dilaksanakan pada hari raya-hari raya seperti Maulud Nabi atau Tahun Baru Hijriah. Masyarakat di Mendo Barat setiap tahun melaksanakan acara ini.
  • Perang Ketupat, perang ketupat biasanya dilaksanakan di Pantai Pasir Kuning di Tempilang. Waktu pelaksanaan acara ini dilaksanakan sebelum memasuki bulan puasa. Upacara ritual ini dimaksudkan untuk menyatakan rasa syukur. Atraksi utamanya adalah ketika sekumpulan orang saling berperang dengan menyerang kelompok lain menggunakan ketupat.
  • Upacara Buang Jong, upacara tradisional ini adalah ritual suci suku Sawang, suku asli dari pulau Belitung. Upacara ini diselenggarakan di tepi pantai dengan cara menghanyutkan sebuah kapal kecil yang dihiasi daun kelapa dan beberapa macam bahan persembahan didalamnya. Upacara ini bertujuan untuk memohon perlindungan agar terhindar dari bencana yang mungkin dapat menimpa mereka selama mengarungi lautan.
  • Upacara Maras Taun, Maras Taun merupakan salah satu budaya asli masyarakat Belitung, berupa pesta rakyat dalam rangka mensyukuri panen padi. Setelah pembacaan do'a, upacara maras taun dilanjutkan dengan acara pemotongan lepat gede yang merupakan puncak acara. Lapat gede dipotong oleh kepala daerah / gubernur atau bupati yang kemudian hasil potongannya dibagikan kepada pengunjung.
  • Lomba Kater, lomba kater biasanya menggunakan perahu yang di bagian kiri dan kanan terdapat pelampung dari bambu sebagai penyeimbang sehingga perahu tidak bisa tenggelam / oleng. Kegiatan ini merupakan kalender tetap pemerintah kabupaten Belitung Timur.
  • Rebo Kasan; Upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, agar mereka terhindar dari bencana sebelum ke laut mencari ikan.
  • Ceriak Nerang; Upacara yang dilakukan setelah panen padi sebagai puji syukur pada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
  • Mandi Belimau; Dilaksanakan seminggu sebelum awal Ramadhan di pinggir Sungai Limbung.
  • Lesong Panjang; Upacara yang dilaksanakan sebagai rasa syukur kepada Allah SWT atas hasil panen.
  • Nirak Nanggok, Upacara adat untuk menunjukan rasa syukur atas kebaikan, dilakukan di Desa Membalong, Belitung.
  • Tari Sambut, Tarian ini merupakan tari khas Bangka Belitung, biasanya dilakukan saat masyarakat menyambut tamu-tamu istimewa. Tari ini biasanya berjumlah 5 wanita, satu yang paling depan menggenakan busana adat pengantin Bangka Belitung ( berwarna merah atau ungu ) dan empatt penari lainnya biasa disebut dayang juga mengenakan busana sama namun lebih sederhana (tidak mengenakan paksian), 1 pria membawa payung berbentuk tinggi mirip payung kerajaan jaman dulu. Pria ini akan memayungi penari utama kemudian beralih memayungi tamu kehormatan yang disambut tersebut. Tarian ini juga akan lengkap bilamana menambah 2 penari pria dibelakang membawa tudung dulang sebagai simbol adat nganggung, dan 2 pesilat sebagai pembuka dari tari sambut tersebut.
  •  Tari tradisi Kedidi, tari ini sudah saya tulis lengkap pada artikel sebelumnya. Kesenian kedidi ini bertempat di desa Mendo kecamatan Mendo Barat. Tari kedidi pada dasarnya bersifat pelipur lara, biasanya diiringi alunan dambus dengan lagu berjudul "Tinggi Bawang". Tari kedidi kemudian menjadi lebih menarik ketika dengan perkembangan variasi memasukkan unsur silat, kemudian dinamakan silat kedidi.
  • Silat Bintit, seni bela diri ini dikhususkan untuk membela pulau Bangka dari penjajah Belanda dan Jepang, dan merupakan seni bela diri yang hampir punah karena hanya sedikit orang tua yang masih menguasai silat ini, dan gerakan kaki dalam seni bela diri ini hampir sama dengan silat kedidi. Seni bela diri bintit ini dianggap hampir punah, walau sempat terekam pada acara "perang ketupat", dan silat ini cukup sulit mempelajarinya karena hanya beberapa orang tua saja yang masih menguasainya. Pada masa penjajahan, silat ini dikuasai oleh Haji Sahaq, dan juga M. Yamin dan orang-orang seperguruan mereka. Silat ini memiliki karakter gerak tubuh direndahkan dengan wajah menunduk (mengintip kelemahan daerah pinggang dan kaki lawan), karena sikapnya lebih pada penyerangan kaki. Gerakannya pun sangat sensitif, lebih pada melirik tajam daripada melihat langsung mata lawan. Karakter unik inilah yang menjadi daya tarik silat bintit.
  • Musik dan Tari Dambus, Masyarakat Bangka Belitung biasanya menghibur diri atau menimbulkan keinginan untuk berdincak (joget), dincak dambus inilah yang akhirnya dinamakan tari dambus, kemudian berkembang menjadi bedincak bedaek, menggambarkan keunikan tradisi daerah yang indah dan eksotik.

(gambar gambus)

Pengerajin alat musik Gambus (foto: maulana@able)
Pengerajin alat musik Gambus (foto: maulana@able)
  • Silat / Pencak Kedidi, seni bela diri tradisional pulau Bangka ini juga hampir punah karena dikuasai oleh beberapa orang tua saja. Silat Kedidi dalam sejarah kecamatan mendo barat diperlihatkan oleh bapak kamarulzaman pada tahun 2007 yang hampir berusia 90 tahun dan meninggal pada pertengahan 2013, disampaikan olehnya kalau silat kedidi tersebut ia pelajari dari Abdul latief dari Mendo Barat pada jaman penjajahan Belanda. Silat kedidi berkarakter tubuh direndahkan dan lebih mengandalkan kekuatan kaki,  olah gerak tangan dan keterampilan tubuh.

Keragaman akan seni budaya yang dimiliki Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sekarang sudah semestinya saya berbangga. Sehingga dapat saya simpulkan bahwa nilai budaya, seni, busana adat dan perbedaan istiadat antar suku diserahkan kepada kebijakan masing-masing masyarakat, tetua adat, lembaga adat dan pemerintah setempat dipersilahkan membuat ketentuan dan ideologi masing-masing, pada akhirnya semua budaya tersebut adalah budaya Indonesia. 

Akhirnya azas melayu berupa pembekalan pada generasi muda agar bisa menetralisir masuknya pengaruh media sosial dan teknologi modern, tapi tidak membatasi bentuk dari teknologi.

anak kecil memasukkan minyak tanah ke botol lampu untuk memperingati Malam 7 Likur di desa Mancung Kec Kelapa pada 10 akhir Ramadhan | foto: maulana@able
anak kecil memasukkan minyak tanah ke botol lampu untuk memperingati Malam 7 Likur di desa Mancung Kec Kelapa pada 10 akhir Ramadhan | foto: maulana@able

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun