Kiyai NU Lebih Hebat
Pertandingan sepak bola api itu segera dimulai. Kesebelasan lawan dari pesantren desa tetangga sudah bersiap-siap. Kami ketakutan dan deg degan, sebab Pak Kiyai belum juga muncul. Panitia pun mengumumkan beberapa saat lagi pertandingan akan segera dimulai. Buah kelapa yang tersedia dari beberapa tong berisi minyak tanah pun dikeluarkan. Ketika buah kelapa itu dibakar, penonton bersorak.
Tiba-tiba Pak Kiyai kami datang dengan Ustad guru kami, semua pemain langsung mengerubuti menyalami Pak Kiyai. Pak Ustad memberi minum pemain masing-masing segelas air dari ketel. Kami semua sudah tahu bahwa air itu air mujarab.
Ketika peluit dibunyikan , kami langsung bermain. Tak ada rasa panas bola api itu. Kaki yang menendang tak melepuh. Penjaga gawang pun menangkap bola api seperti bola biasa.
Pertandingan pun sangat ramai dengan sorak sorai penonton. Meski kesebelasan kami kami kalah tetapi kami gembira. Kami menghormati Kiyai NU, pintar dan memiliki ilmu yang tinggi. Tetapi Pak Kiyai tidak sombong dan tidak takabur. Ia selalu rendah hati dan kami semua menghormati karena ia melindungi kami. (rg gabus warsono dari cerita temannya)