Keraguan yang berlarut adalah pembunuh paling sunyi dari potensi manusia. Ia tidak mencela, tidak membentak, tapi perlahan melumpuhkan.
Banyak orang gagal bukan karena kurang pintar, tapi karena tak pernah cukup berani. Mereka terus menunggu momen yang tepat. Padahal, hidup tak pernah menyediakan waktu yang sempurna.
Setiap kali peluang muncul, yang lebih dulu menyergap adalah rasa takut. Ya, takut salah, takut gagal, takut menyesal. Mereka hidup dalam pusaran pertimbangan yang tiada habisnya.
Bukannya tak punya mimpi, mereka justru terlalu sering mengurung mimpi itu dalam sangkar logika dan kekhawatiran.
Dalam benak mereka, satu langkah ke depan bisa jadi awal dari jatuhnya harga diri. Maka mereka diam, menunda, dan menunggu waktu yang sempurna. Yang ujungnya sering kali tak pernah datang.
Takut gagal adalah rasa yang sangat manusiawi. Namun, bagi sebagian orang, rasa takut ini membentuk tembok tinggi yang menghalangi gerak.
Mereka bukan tidak mampu, tetapi selalu dicekik oleh pertanyaan: "Bagaimana jika nanti salah? Bagaimana jika aku menyesal?"
Saya jadi ingat pelajaran hidup dari seorang teman. Punya usaha properti. Dia dikenal ulet dan pantang menyerah. Tapi di balik kesuksesannya hari ini, ternyata ada masa-masa gelap yang nyaris membuatnya berhenti.
Dia pernah bercerita, bagaimana dulu ia begitu takut memulai. Dia punya tabungan pas-pasan, keluarga yang bergantung padanya, dan tak ada jaminan usaha itu akan berhasil.
Setiap malam, ia dilanda pergulatan batin: "Bagaimana kalau rugi? Bagaimana kalau gagal? Bagaimana kalau malah menyusahkan orang rumah?"