Sebaliknya, warga keturunan Arab jumlahnya makin membesar. Mereka lebih senang tinggal dekat orang tua dan leluhurnya, terutama di kawasan Ampel. Mayoritas dari mereka membeli rumah-rumah yang sebelumnya ditempati warga Tionghoa.
***
Tiga benda aku terima dari Pak Munawar. Benda itu berupa bungkusan dilakban hitam. Panjangnya sekitar 10 centimeter, berdiameter 2 centimeter. Aku sama sekali tak tahu isinya, karena ketika kutanya dia tak menjawab selain melempar senyum yang tak kelewat ramah.
Pak Munawar datang bersama kakaku yang tertua. Dia tinggal di Mojosari, Mojokerto. Menurut kakakku, Pak Munawar punya kelebihan bisa mengusir jin.Â
"Tanam ini di tembok rumahmu. Di kamar tamu, kamar tengah, dan bagian belakang dekat dapur."
"Untuk memasangnya..."
"Lebih mudah pakai bor. Masukkan, lalu tutup lalu dengan semen," Pak Munawar menimpali, sebelum aku bertanya lagi.
Pria berjenggot dan bertubuh subur itu datang sehari setelah kejadian yang sungguh tak kuduga. Sekira pukul 9 malam, istriku menelepon. Dia panik, mengabarkan Zulham, anak bungsuku yang menjerit-jerit saat berada di kamar. Â Hampir bersamaan, Parmi, pembantu rumah tanggaku, ambruk saat keluar dari kamarnya. Dia kejang-kejang seperti orang kerasukan.
Berita cepat tersiar, orang-orang kampung berkerumun di rumah. Salah seorang membantu mengambil sapu lidi lalu dikibas-kibaskan dan memijat ibur jari Parmi hingga dia siuman.
Zulham langsung meminta gendong saat melihat aku datang. Aku tak kuasa berpikir apa pun selain mendengar cerita banyak orang yang saling bersahutan. Â
Satu setengah jam lebih Pak Munawar menerawang rumahku. Semenjak datang, dia mengaku gerah. Kedua bola matanya menatap curiga seisi rumah. Jari telunjuknya digerak-gerakkan memutar ke bagian atas, ruang keluarga, dapur dan gudang.