Dalam wawancara di akun podcast seorang kawan, saya ditanya, "Dari mana punya bakat menulis?"
"Tidak ada. Saya merasa tak punya bakat menulis."
"Bagaimana tiba-tiba jadi wartawan? Bisa kerja di koran lebih 15 belas tahun?"
"Ya, karena "kecelakaan." Saya menjawab begitu sambil garuk-garuk kepala, lalu tersenyum.
Kawan saya makin penasaran. Saya kemudian cerita pengalaman. Saya memastikan tak pernah berniat terjun di dunia jurnalistik. Berpikir pun tidak.Â
Di lingkungan keluarga juga begitu, tak ada yang terjun di jurnalistik, apalagi jadi penulis. Selepas SMA, tahun 1990, orang tua gak mampu membiayai kuliah. Saya memutuskan bekerja. Melupakan ikut tes Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).
Kesempatan yang ada bekerja di tempat kakak perempuan . Mengerjakan servis dinamo. Order-nya dari beberapa perusahaan di Surabaya. Saya sama sekali gak punya skill di bidang itu.Â
Saya belajar dari nol. Dari hitungan kawat, melapisi kertas mika, mencocokan bahan, dan masih banyak lagi. Beberapa kali hasil pekerjaan kena komplain. Kebayakan karena salah menghitung gulungan kawat. Dinamonya rusak lagi.
Hampir setahun, saya kemudian berhenti di tempat servis dinamo itu. Saya pindah bekerja kontraktoran. Ikut mengerjakan proyek di Pabrik Ajinomoto di Mojokerto.Â
Pimpinannya kakak laki-laki saya. Kerja di bagian warehouse. Mencatat dan memberikan informasi ketersediaan barang. Saya juga sempat belajar mengelas listrik. Â Â
Kerja di kontraktor itu juga tak lama. Enam bulanan lah. Saya memilih kembali ke Surabaya. Jadi pengacara alias pengangguran banyak acara, haha..