Mas Topo tak sendiri. Jauh hari sebelumnya, keluarga Khalim didera kejadian mengenaskan. Pagi buta usai subuh, Khalim bersama istrinya, Inayah, berangkat ke Stasiun Semut untuk jualan jajan pasar. Pagi itu, motor yang ditumpangi terguling. Khalim bersama Inayah terpental dari motornya.
Khalim terluka. Kulit kedua sikunya mengelupas. Istrinya yang hamil tujuh bulan, mengalami pendarahan serius. Bayi dalam kandungannya harus dikeluarkan lewat operasi caesar. Beruntung bayinya berhasil diselamatkan. Sementara motornya ringsek. Khalim harus menjual motornya itu untuk biaya operasi dan persalinan istrinya.
***
Suatu pagi di Kampung Trengguli. Azan Subuh terdengar dari suara yang agak berat dari musala. Lafadznya tak jelas. Intonasinya tak beraturan. Sesekali nadanya terdengar sedak. Kadang juga suaranya terhenti, lalu menyambung lagi.
Beberapa orang terlihat berjalan hampir bersamaan. Rata-rata mereka memakai baju gamis, sarung, kopiah. Ada yang menentang dan tasbih yang di tangan. Raut muka dibasahi bulir-bulir air. Segar dan bersih. Bau minyak zafaron merebak menusuk hidung.
"Pagi ini dingin sekali, Mas," sapa Kirno saat bertemu teman-temannya.
"Biasanya kalau cuaca begini pasti ada kejadian tak terduga," sela Nirwan, seorang pensiunan TNI.
"Maksudnya?"
"Ya, macam-macam, tho. Ingat, waktu Mbah Darmo yang meninggal minggu lalu. Atau Dik Nanang yang barusan itu. Cuacanya yang dinginnya seperti ini, kan?"
"Lha, apa hubungannya, Mas? Yang meninggal terakhir itu kan kena demam berdarah?"
"Ya, betul. Karena dingin cuaca saat itu lalu ada nyamuk nyasar," ucap Nirwan membenarkan diri.