Waktu ia ngajukan nitip brownies, Tacik bilang gak masalah. Hanya, ia minta diberi tester dulu. Supaya yakin saja kalau browniesnya layak jual. Ardhi mengiyakan. Sehari berikutnya, ia antarkan tester brownies ke Tacik. Dibungkus dalam kemasan mika plastik.
Ardhi antusias karena browniesnya bakal djual di lapak Tacik. Namun yang terjadi sebaliknya. Setelah memungut satu potongan brownies kemudian memakannya, Tacik tiba-tiba memuntahkan. "Hueekk...hueekk.." Â Â Â Â
Sontak, kejadian itu menarik perhatian orang-orang di sekitar lapak. Banyak mata-mata yang menatap jijik.  "Gak enak... Wis ndak usah dijual ndik sini," ucap Tacik.
Ardhi tak percaya dengan kejadian tersebut. Dia nelangsa. Lalu pergi dengan rona rona memerah. Brownies yang dibuatnya dibawa lagi, lalu ia bagikan kepada tukang becak dan kaum dhuafa.
"Saya baru sadar kalau duit untuk beli bahan pinjem teman. Saya telepon dia lagi. Untungnya, dia masih mau kasih pinjaman uang lagi," ujar dia, mengenang
Dari kejadian itu, Ardhi bertekad akan membuktikan kalau ia bisa bikin brownies yang enak. Yang lebih laris dari kue yang dijual di lapak Tacik itu. Ardhi mempelajari resep yang ditonton di YouTube.
Usahanya tak sia-sia. Brownies yang dititipkan kantin sekolah, toko, dan warung di kawasan Pucang, Surabaya, ternyata laku. Karena masih cari pasar, Ardhi jual brownies Rp 2,5 ribuan per potong. Satu potong dikemas dengan plastik.
Usaha Ardhi merangkak naik. Akhir 2018, dia berhasil meraup omzet Rp 30 juta sebulan. Untuk produksi, Ardhi dibantu dua orang. Kapasitas produksi sekarang 50 pack sehari. Selain di mal, ia yang melabeli produknya Bite Ardy, juga aktif mengikuti event pameran. Pun jualan di medsos, setiap hari puluhan order dilayani.
***
Di penghujung tahun 2018, Ardhi mengalami musibah. Sepulang jualan di mal, dia mengalami kecelakaan. Ardhi mengalami cedera cukup berat. Kaki kirinya tak bisa ditekuk. Untuk berjalan, dia harus pakai krek. Bukan cuma itu saja. Tangan kananku juga bengkak. Gerak sedikit pasti sakit.Â