Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jangan Paksa Rakyat Mengerti Sepak Terjang Pemimpin

4 Oktober 2019   15:49 Diperbarui: 4 Oktober 2019   16:12 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kompas.com

Pantasnya, kita harus merenung lebih dalam melihat kondisi Bangsa Indonesia sekarang. Pertikaian anak bangsa yang makin tajam. Makin mengeras. Kekerasan demi kekerasan terus terjadi. Puluhan bahkan ratusan nyawa melayang.  

Saban hari, kita melihat banyak caci maki, olok-olok, saling hujat, ujaran-ujaran kebencian, pelecehan, tuding-menuding, bahkan fitnah menyebar di ruang-ruang paling privat. Seperti yang bertebaran media sosial dengan warna-warna penuh murka.      

Bangsa Indonesia kini bak kapal yang oleng. Terdampak besar keras. Ombak yang siap menggulung dan memorak-porandakan seisi negeri. Butuh kekuatan super dahsyat untuk menyelamatkan diri. Jika tidak ingin semuanya jatuh dalam keterpurukan dan kehancuran.

Kapal yang oleng itu butuh nakhoda yang cerdas dan berintegritas. Karena dia menjadi pemimpin. Yang harus paham dengan situasi dan kondisi yang terjadi. Yang tahu akan dibawa ke mana arah kapal hingga sampai sandar ke daratan dengan selamat.

Bukan sebaliknya, pemimpin yang membutakan dan menyesatkan. Pemimpin yang gampang diombang-ambingkan oleh keadaan. Pemimpin yang tak punya ketajaman mata batin melihat penderitaan dan amarah rakyatnya. Bukan, bukan pemimpin seperti itu!

Saya sepenuhnya percaya, seluruh komponen bangsa di Tanah Air perlu bermuhasabah, merenung kembali. Paling tidak, bisa mendorong gerakan pencerahan jiwa dengan memurnikan akal sehat. Tidak terjebak pada hawa nafsu dan amarah. Terutama menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara.

Saya juga perlu mengingatkan kepada para intelektual dan cendekiawan. Yang kerap lupa jika pendekatan rasional tanpa pencerahan hati nurani. Itu membawa petaka dan menyesatkan.

Nilai-nilai kebenaran itu mestinya bukan hasil rasionalitas semata, tapi juga pendekatan nurani. Di situlah terletak hakikat kebenaran sesungguhnya. Bukan manipulasi kata. Kebenaran dalam kata-kata bukan sebagai nilai.

Saya yakin, jika kedua pendekatan itu dilakukan oleh para intelektual maupun pemimpin kita, mungkin keadaannya tidak akan sesulit seperti sekarang. Serumit seperti sekarang.

Pencerahan hati harus diimplementasi awal oleh pemimpin. Itu karena pemimpin lebih banyak tahu masalah dan informasi. Pada gilirannya, jika pemimpin diminta memberikan justifikasi, hasilnya akan membawa kemaslahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun