Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kisah Buruh Pabrik Korban PHK yang Kini Jadi Juragan Kue

23 September 2019   14:44 Diperbarui: 6 Oktober 2019   23:52 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Choirul Mahpuduah alias Irul. Foto: enciety.co

Dulu, perempuan ini adalah buruh. Bekerja di pabrik di kawasan Rungkut, Surabaya. Saban hari, dia berangkat pagi, pulang petang. Tinggal di kos-kosan Rungkut Lor yang tak jauh dari pabrik. Gaji yang diterima pas-pasan. Cukup buat kebutuhan makan dan membeli lauk pauk.  

Suatu ketika, dia terlilit masalah. Manajemen perusahaan tempatnya bekerja memasukkan namanya dalam daftar buruh yang di-PHK alias dipecat. Tepatnya akhir tahun 1993. Alasannya sepihak: perampingan pegawai. 

Belakangan diketahui, jika pemicunya Irul dianggap buruh yang vokal, terutama kenekatannya menuntut hak cuti haid dan melahirkan.

Sempat terlibat konflik panjang dengan perusahaan. Hingga berujung ke meja hijau. Dia lantas menggugat ke pengadilan. Gak ada uang. Dia minta biaya gugatan ditanggung negara. Tidak mulus. Hakim sempat menolak. 

Namun, desakan dari aktivis buruh dan pressure pers saat itu, hakim tak berkutih dan mengabulkan. Mereka pun bisa beracara di pengadilan secara gratis. Sementara, perusahaan yang digugatnya didampingi 6 lawyer.

Singkat cerita, hakim memenangkan tuntutannya. Perusahaan mengajukan banding. Hingga kasasi di Mahkamah Agung yang menelan waktu 10 tahun, buruh tetap menang. PHK dianggap sepihak. Tidak sah. Perusahaan wajib memekerjakan lagi. Juga membayar kerugian kepada buruh sebesar Rp 3 juta.

Selesai? Tidak. Perusahaan tetap menolak memekerjakan mereka lagi. Bagaimana dengan uang kerugian? Diberikan, tapi tidak seketika. 

Beberapa tahun kemudian baru dicairkan yang nilainya menjadi kecil. Dalam sesal dan marah, Irul berjanji dalam hati tak akan kembali ke pabrik. Dia ingin mandiri. Punya usaha sendiri.

Pun, penyelesaian kasusnya, buntutnya gak jelas. Lebih tepatnya, posisi buruh tetap dikalahkan. Namun, dia masih bisa angkat kepala. Karena berani melakukan perlawanan. Berjuang sampai memenangkan putusan di pengadilan.    

foto: tatarupa
foto: tatarupa

***

Buruh pemberani itu, Choirul Mahpuduah. Karib disapa Irul. Perempuan 49 tahun. Pasca di-PHK, ia tak punya penghasilan tetap. Beberapa bulan, ia   menerima tawaran pekerjaan sementara di LSM perburuhan di Surabaya. Pekerjaannya mengkliping berita di media cetak.

"Tiap hari, aku baca koran, majalah, tabloid. Kebutulan di kantor LSM itu abonemen (berlangganan) banyak. Berita yang berhubungan dengan buru saya kliping," ujar dia.   

Di tengah akitivitasnya, Irul menyempatkan mengkliping artikel resep-resep kuliner.  Jumlahnya gak kehitung. Banyak sekali. Di rumah, Irul mencoba mempraktikkannya. Takaran, komposisi, bahan, dan seterusnya. Ada yang jadi, tapi tak sedikit yang gagal.

Suatu hari, ia melihat lima perempuan membuat kue dan menjualnya sendiri di kampungnya, Rungkur Lor. Jualannya begitu-begitu saja. Laku, tapi kapasitasnya kecil . Yang gak laku dimakan sendiri, kadang juga diberikan tetangganya.

Yang bikin sedih lagi, Irul tahu penjual kue dan tetangganya lain banyak terlilit bank thitil alias rentenir. Mereka kerap kucing-kucingan, ketakukan lantaran ditagih bayar cicilan.  

Irul kepikiran untuk mengajak mereka berusaha bersama. Membuat komunitas berusaha dengan semanat gotong royong. Tidak lagi terjetrat urusan riba'. 

Irul lantas mengumpulkan produk-produk untuk dijual di kampungnya. Jika sebelumnya jualan di rumah masing-masing, Irul menggantinya dengan membuka lapak di tengah gang.

Setelah berjalan, Irul mengajak membuka koperasi. Tujuannya agar lepas dari rentenir. Aturan mainnya juga terang. Dan, jika ada laba bisa dibagi bersama. Lamat tapi pasti, aktivitas jualan kue makin membesar. Dari lima orang kemudian berkembang jadi belasan, hingga 70 orang.      

"Kami akhirnya sepakat memberikan nama Kampung Kue. Nama yang mudah diingat. Alhamdulillah, selain jualan ada saja yang pesan. Dari warga sekitar maupun lain kecamatan," katanya.

Tiap hari, mulai jam dua dinihari sampai jam tujuh pagi, warga menggelar dagangannya. Yang beli berjubel. Ada yang dari Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo.

***

Ketika Kampug Kue terus menggeliat, Irul kepikiran membuat produk sendiri. Segmen yang dibidik kalangan menegah atas. Irul tak ingin mengganggu pasar kue basah,

Seiring dia bergabung dengan Pahlawan Ekonomi Surabaya, 2011, Irul merintis usaha baru (spin off) cookies. Dia membuat almond crispy. Dilabeli Pawon Kue. Proses uji cobanya setahun.

Almod crispy jadi produk andalannya. Setelah ikut Tatarupa, program Pahlawan Ekonomi untuk memperbaiki kemasan dan branding UKM, harga almod crispy buatan Irul bisa naik kelas. Semula, ia jual Rp 35 ribu kemudian menjadi Rp 55 ribu.

Pasarnya terus berkembang. Selain menjual di ritel-ritel modern, almond crispy juga masuk satu dari empat produk yang di dijual di dalam pesawat Citilink. "Sekarang sudah tiga kali repeat order," ucap Irul, bangga.

 Usahanya makin meroket setelah ia tidak hanya berjuan offline, tapi juga memanfaatkan digital marketing. Omzetnya naik berlipat-lipat dari Rp 5 juta sebulan menjadi Rp 35 juta per bulan saat ini. Bahkan setiap Lebaran omzetnya naik dua kali lipat menjadi Rp 70 juta per bulan.

Di tengah rasa syukurnya, Irul tak melupakan kawan seiring dan seperjuangan. Termasuk mereka yang pernah menjadi buruh seperti dirinya. Pada Agustus 2019 lalu, Irul melebarkan cakar bisnisnya ke Tangerang. Membuka usaha bareng teman-temannya.

"Saya sengaja tidak membuat di sini (Surabaya). Saya produksi di Tangerang. Teman-teman sekarang punya kegiatan bisnis. Saya kadang sebulan ke sana," papar dia yang meraih juara kedia Pahlawan Ekonomi Surabaya Award 2014 ini.

Irul juga menularkan virus berwirausaha. Kisahnya juga menarik  perhatian Facebook hingga namanya terpilih menjadi endorser untuk program #SheMeansBusiness.  

Pun, sudah banyak mahasiswa yang melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di rumahnya. Juga dengan sekelompok perempuan di Kediri yang membuka koperasi dari kegiatan menjual hasil bumi.

Irul tak pernah pelit berbagi ilmu. Baginya, tak ada orang yang miskin karena berbagi. Kabahagiaan baginya adalah menjadi pribadi yang bermanfaat. "Khoirunnas anfa'uhum linnas. (Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain)." (Agus Wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun