Mohon tunggu...
Agustus Sani Nugroho
Agustus Sani Nugroho Mohon Tunggu... Advokat, Pengusaha -

Lawyer, Pengusaha, Penulis, Pemerhati masalah sosial budaya

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menghidupkan Pramuka yang Mati Suri

15 Agustus 2014   05:19 Diperbarui: 15 Agustus 2017   08:04 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
*Sehabis memenuhi undangan "Persami" di Pekanbaru tahun 1982.

Hari ini, tanggal 14 Agustus adalah Hari PRAMUKA dan biasa diperingati oleh para Pramuka diseluruh Indonesia. Tak banyak yang ingat mungkin, karena Pramuka masa kini terasa dan terlihat seperti kehilangan gregetnya. Padahal, secara konsep gerakan Pramuka sesungguhnya sangat baik untuk menjadi salah satu wadah mengembangkan pembentukan kharakter generasi mudah negeri ini. Percampuran antara nilai-nilai nasionalisme, patriotisme, teamwork, kepemimpinan, kemandirian, kedispilinan dan kemampuan survival serta beberapa ketrampilan lain sejatinya adalah sesuatu yang amat sangat memikat. Namun mengapa gerakan Pramuka ini seperti mati suri ? 

[/caption] 

Saya adalah seorang yang dulu sangat aktif mengikuti gerakan Pramuka hingga SMA. Kegiatan-kegiatannya dan nilai-nilai yang ditanamkannya membekas dalam dan membentuk kepribadian saya hingga hari ini. Saat dulu menjalaninya saya tak terlalu memikirkan, namun, setelah tidak lagi aktif dan melihatnya dari luar, kini saya menemukan jawaban mengapa gerakan Pramuka kita seperti mati suri? 

Jawabannya menurut saya adalah karena: (1) gerakan Pramuka kemudian dijadikan bagian dari program extra kulikuler “wajib” disekolah; (2) dijalankan oleh guru yang tidak memiliki cukup mengerti tentang betapa pentingnya pembentukan kharakter melalui kegiatan Pramuka itu bagi siswa, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan guru-guru yang jadi Pembina itu sendiri, dan (3) kurangnya kesadaran Pemerintah untuk kemudian mendukung gerakan ini dalam rangka menjadi bagian dari cara dan sarana membentuk kharakter generasi muda di negeri ini dan kalau pun ada kegiatan ini kemudian dijadikan semacam “proyek” yang tentunya memberi manfaat bagi orang-orang tertentu saja. 

Disisi lain sepertinya juga ada kejenuhan sejak gerakan ini dulu oleh jaman Orde Baru didorong dan didukung secara cukup serius, namun setelah tumbangnya Orde baru seakan Pramuka juga menjadi bagian dari Orba itu dan kemudian mulai ditinggalkan.

Sekarang, gerakan Pramuka itu masih ada dan seharusnya dengan sedikit dorongan Pemerintah dapat dihidupkan kembali. Dalam rangka membangun kharakter generasi muda bangsa ini, Pramuka juga harus beradaptasi sehingga kembali diminati oleh kalangan muda dan bukan terasa sebagai sekedar “kewajiban” akibat dipaksakan sebagai bagian dari sekolah. Itulah mungkin sebabnya Pramuka dan banyak sekali nilai-nilai yang dibawanya demikian melekat pada diri saya sepertinya justru karena tak ada elemen paksaan itu. 

Pramuka yang saya ikuti (Gudep 59/60) itu berbeda dengan pramuka lain di banyak tempat adalah Pramuka yang berdiri sendiri (tidak melekat pada sekolah), walau anggotanya semua anak-anak yang berasal dari satu sekolah. Para Pembinanya bukan guru, namun para “relawan” pencinta Pramuka yang bekerja di Perusahaan Caltex di Rumbai, Pekanbaru

Memang, disatu sisi, kelemahannya, karena sifatnya yang sukarela itu, bisa jadi keberadaan dan keberlangsungannya sangat tergantung pada mereka-mereka yang benar-benar mencintai dan secara suka rela mendharmabaktikan waktu dan tenaga (serta biaya) mereka demi keberadaan kegiatan kepramukaan disana. Namun, disisi lain, walau anak-anak yang ikut dalam kegiatan Pramuka itu tidak banyak (tidak semua anak yang bersolah di sekolah saya ikut, karena sifatnya sukarela dan tergantung minat masing-masing), secara kualitas pembinaan yang terjadi justru dapat dilakukan sangat intens dan secara kualitas, saya menilai sangat berhasil dalam membentuk “kharakter” atau setidaknya mempengaruhinya secara positif.

Memberdayakan kembali Pramuka sebagai cara dan alternative membentuk kharakter generasi muda sepertinya merupakan hal yang patut dipertimbangkan oleh Kementrian Pemuda di Pemerintahan yang akan datang. Hal ini mestinya akan dapat berperan dan memberikan kontribusinya yang nyata karena secara kelembagaan, Kepramukaan ini masih dan sudah terstruktur dengan baik dan solid. Saya melihat mestinya, tidak perlu melakukan perubahan radikal pada struktur kepramukaan yang sekarang ada (yang melekat pada sekolah-sekolah itu) untuk menghidupkannya kembali. 

Cukuplah Pemerintah memberi sedikit “vitamin” dengan mengaktifkan kembali Jambore Nasional dan Jambore tiap propinsi lalu nantinya dilakukan proses penyaringan berjenjang dan pengembangan serta adaptasi kegiatan yang lebih dapat menarik minat generasi muda masa kini. Tentu kiranya perlu juga Pemerintah membantu semacam training dan refreshment guna meningkatkan kualitas para Pembina Pramuka itu sehingga mereka yang menyandang title selaku “Pembina” itu benar-benar merasa dan dapat berperan sebagai Pembina yang sesungguhnya dan bukan merasa sebagai pekerjaan tambahan yang dibebankan kepadanya selaku guru.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun