Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menengok Ahok dari Beberapa Pojok secara Merdeka

5 Agustus 2016   01:30 Diperbarui: 5 Agustus 2016   02:49 1815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saya menengok Ahok belumlah tentu sama dengan orang lain melihat Ahok. Ketika saya menengok Ahok dari sebuah pojok, bisa jadi orang lain menengok Ahok secara  berhadapan atau dari belakang Ahok. Orang yang menengok Ahok secara berhadapan tentu saja berbeda dengan orang yang berada di belakang atau samping Ahok.

Tetapi ketika saya menyampaikan hasil tengokan dari sebuah pojok, tidak sedikit pembaca yang menilai bahwa hasil tengokan saya salah secara mutlak, bahkan memvonis saya berlogika jongkok. Mereka segera mencecar saya dengan bermacam cercaan. Ada yang mendadak tampil sebagai diktator, yang memaksa saya berpikir (menuliskan) mengenai Ahok sesuai dengan keinginannya (diktator dadakan tadi). Ada yang kurang mampu menyimak secara saksama tetapi lebih mampu memaki ketika pikiran (tulisan) saya membelok arah atau bertolak belakang dengan pikirannya. Dan lain-lain.

Apa boleh buat, begitulah konsekuensi logis-lazim terhadap sebuah tulisan (hasil pemikiran), yang berujung pada siapa penulisnya. Menuliskan hasil tengokan mengenai Ahok dari beberapa pojok, serta-merta saya dicurigai, diduga, bahkan dituduh mencokok Ahok ke sebuah pojok seakan memaksa Ahok untuk mojok berdua.

Pojok-pojok Berbeda

Saya memang bisa sekaligus biasa menengok Ahok dari pojok yang berbeda. Berbeda dengan sekelompok orang, sebut saja “Kelompok A”, saya menuliskan Ahok dengan judul “Soal Berhitung, Ko Ahok Kok Dilawan?”.

Pada tulisan “Soal Berhitung, Ko Ahok Kok Dilawan?”, tentu saja tidak disukai oleh Kelompok A. Tetapi, tidaklah demikian dengan kelompok lainnya, sebut saja “Kelompok B”.

Tanggapan pun berbeda pada tulisan lainnya, semisal “Seekor Ular Beludak dalam Dinamika Politik Terkini”. Tulisan satu ini disukai oleh Kelompok B, mungkin juga “Kelompok C”, “Kelompok D”, dan lain-lain, tetapi tidaklah demikian oleh Kelompok A.

Pada suatu waktu saya menengok Ahok dari pojok lain, dan menuliskannya. Misalnya “Ke-Tionghoa-an misalnya “Ke-Tionghoa-an antara Jaya Suprana dan Basoeki Tjahaja Poernama” atau malah “Ahok Tidak Pernah Tulus Demi Ambisi Politiknya Sendiri”. Di antara dua tulisan ini pun menuai tanggapan yang berbeda-beda, termasuk oleh “Kelompok E”, dan seterusnya, meskipun cukup untuk kalangan sendiri.

Kemerdekaan Memilih Pojok

Bagi saya, menyampaikan pemikiran dari tengokan mengenai Ahok tidaklah untuk menyenangkan (disukai) oleh kelompok mana pun. Saya tidak dilahirkan-dibesarkan-disekolahkan-dihidupi-disponsori-dipromosi-diongkosi oleh kelompok mana pun dari kelompok-kelompok itu. Saya melatih diri dalam kepenulisan, toh bukanlah lantaran dari hasil bimbingan atau binaan dari kelompok-kelompok itu. Saya demam, lapar, haus, tidak memiliki uang, menganggur, dan seterusnya, tiada satu kelompok pun (dari kelompok itu) yang peduli pada kondisi saya. Nah, apa pedulinya saya pada kelompok-kelompok itu?

Secara murni dan konsekuen saya seorang independen (merdeka), sebagaimana saya lahir dan kelak jika mati (meninggal dunia). Sebagai seorang yang independen, tentu saja, saya tidak akan berkelompok dengan orang-orang yang juga independen. Sekelompok orang yang independen, dan mendeklarasikan kelompok tersebut sebagai “kelompok independen”, justru sebenarnya sudah tidak independen lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun