Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Tadinya Mau Menulis Anu

3 Oktober 2019   02:54 Diperbarui: 3 Oktober 2019   03:59 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KPK dan Rambo The Last Blood (Dokpri)

Tadi saya mau menulis tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk membatalkkan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), Yasonna Laoly, dan sekitarnya. Soalnya, wacana tentang penerbitan perppu itu sudah disampaikan pada Kamis, 26/9.

Sudah satu minggu, kok belum diterbitkan juga, ya?

Akan tetapi, saya berpikir. Untuk apa, sih. Kritis atau mau mengkritik. Sukanya kok mengkritik saja. Usil amat, sih.

Ya, sudah, saya urungkan daripada "anu". Saya mencari gagasan lainnya.

Terus, saya membuka berita-berita daring (online). Siapa tahu, ada gagasan yang tersaji di sana. Biasanya, sih, saya bisa dengan mudah menemukan gagasan di sana.

Ya, ada. Tentang perebutan kursi Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) periode 2019-2024. Mungkin seru, ya, setelah Puan Maharani dari Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) menjadi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa, 1/10?

Akan tetapi, saya berpikir lagi. Saya ini siapa, ya, kok malah kepo, seakan-akan mengerti banget tentang situasi politik kursi-kursian itu.

Saya malah malu sendiri. Saya batalkan saja, meski belum saya hapus dari simpanan data. Mungkin nanti saja menghapusnya.

Supaya tidak membuang waktu dengan beberapa kali membatalkan penulisan, saya menyiasatinya dengan membuat tiga ilustrasi untuk calon buku saya. Biasalah, saya tidak mampu membayar jasa ilustrator yang amatiran, apalagi profesional.

KPK si Rambo-nya Indonesia (Dokpri)
KPK si Rambo-nya Indonesia (Dokpri)
Melemahkan KPK (Dokpri)
Melemahkan KPK (Dokpri)
Terus terang, buku itu berisi kumpulan artikel non-fiksi "Pilihan" di Kompasiana. Rencana tahun lalu, sih. Hanya saja, isinya perlu saya tambahkan dengan satu-dua artikel, sehingga nanti terlihat pas untuk sebuah buku.

Selesai membuat ilustrasi sekaligus menempatkannya bersama artikel terkait, saya kembali membaca berita daring. Entah mengapa, selalu muncul keisengan dan keusilan dalam benak saya.

Sewaktu membaca berita demi berita, eh, ada orang yang sedang tersohor, nih. Para pesohor nasional, macam Mulan Jamela, Krisdayanti, Desi Ratnasari, Rieke Diah Pitaloka, Eko Patrio, Primus, dll. pun seketika kalah pamor.

Siapa lagi kalau bukan Lora Achmad Fadil Muzakki Syah, S. Pd. I., atau akrab dipanggil dengan Lora Fadil.

Pria kelahiran 21 Oktober 1979 ini sampai ke Senayan dengan Partai Nasional Demokrat (NasDem) di daerah pemilihan (Dapil) Jawa Timur 3 setelah meraih 40.713 suara.

Lumayan aduhai, pikir saya.

Saya pun mencari berita-beritanya. Beristri tiga, semuanya cantik-jelita, diboyong semuanya ke acara pelantikan di Senayan, dan ketiduran menjelang akhir acara pelantikan.

Lumayan aduhai untuk menghibur... Apa? Menghibur?

Menghibur siapa? Bukankah saya sedang berada di tempat yang jauh dari istri saya sendiri? Jangan-jangan...

Waduh, saya bisa benar-benar malu banget dong kalau ketahuan begini. Saya batalkan saja, deh, termasuk batal berpikir yang "nganu". Mending menyeduh-menyeruput kopi, dan menikmati sisa waktu di Kupang.

Dalam sisa waktu ini saya memang masih memiliki "tugas", yaitu menyelesaikan goresan saya di dinding (mural) sebuah sekolah dasar swasta bermetode "Montessori" di ibu kota NTT. Sementara, satu bulan silam, urusan pekerjaan renovasi sebuah rumah kawan akan dilanjutkan oleh kawan saya sendiri.

Sejak belum muncul wacana perppu itu, bersama seorang kawan saya sudah menggoresnya dari pkl. 15.00 s.d. letih, tetapi bagian saya belum juga beres. Pokoknya, sebelum pulang ke Balikpapan dan kembali membersihkan kebun, "tugas" terakhir dengan lukisan wajah Ki Hadjar Dewantara ini harus beres.

Mural belum selesai (Dokpri)
Mural belum selesai (Dokpri)
Ya, sudah, jadinya saya bereskan juga menuliskan hal sepele dan agak konyol ini. Tadinya, sih, anu...

*******

Kupang, 3 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun