Sebuah kehadiran, kata seorang kawan di NTT, sangatlah penting. Uang bisa dicari dan dapatkan setiap hari, tetapi penikahan hanya satu kali seumur hidup. Jika tidak hadir dalam suatu hajatan atau kedukaan, ganjaran setimpal bisa terjadi pada siapa yang tidak hadir.
Oleh sebab itu, satu hari menjelang hari H (Kamis) sebagian rekan (semua asli NTT) sudah berangkat ke sana. Rencana mereka, kembali ke Kupang pada hari Minggu. Maklum saja, persahabatan, perekanan, dan persaudaraan sudah terjalin selama sekitar dua tahun, bahkan lebih.
Pernikahan dalam Gereja Protestan Tradisional-Lokal Â
Istilah "gereja Protestan tradisional-lokal" hanyalah asumsi saya, karena nama daerah. Dan gereja-gereja beraliran Calvinisme itu bukanlah hal yang baru bagi saya yang penganut Katolik.
Sepupu saya merupakan jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ), tetapi saya tidak hadir dalam pemberkatan pernikahannya di gereja. Sewaktu SMA (SMA BOPKRI 2 Yogyakarta), aturan sekolah mewajibkan para siswa pergi ke geraja, yaitu GKJ Gondokusuman, pada hari tertentu.
Selain GKJ, ketika kuliah saya juga mengenal kawan-kawan saya dari gereja yang berbeda. Ada kawan yang bergereja di Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM). Ada kawan yang bergereja di Gereja Toraja (Getor), bahkan domisili saya di Balikpapan berdekatan dengan sebuah gedung Gereja Toraja.
Keluarga rekan saya yang menikah itu bergereja di Gereja Masehi Injili Timor (GMIT). Pemberkatan pernikahan di GMIT cukup menarik keingintahuan saya. Bagaimana, sih, prosesi pemberkatannya?
Sungguh Menggigilkan, dan PuntadewaÂ
Pada Jumat, sekitar pkl. 16.00 WITA saya pun berangkat ke hajatan keluarga rekan. Artinya, saya tidak bisa menyaksikan prosesi pernikahan menurut adat-budaya lokal, dan budaya gereja.
Satu lagi, kemungkinan tiba di sana dalam kondisi gelap alias tidak bisa menyaksikan Kota Gigil sebaik-baiknya, karena waktu tempuh sekitar dua jam lebih sedikit. Belum lagi kalau perjalanan tidak lancar, karena menjelang akhir minggu.
Ya, tiga kesempatan terlewatkan. Apa boleh buat, karena "tuntutan" pekerjaan saya. Â Itu pun masih perlu disyukuri, karena saya bisa berangkat dengan menumpang di mobil rekan saya.