Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosok Pilihan

Mengapa Memilih Jokowi dalam Pilpres 2019?

29 Maret 2019   20:56 Diperbarui: 30 Maret 2019   01:03 2023
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

17 April 2019 merupakan puncak kontestasi politik tertinggi Indonesia, yaitu Pemilihan Umum (Pemilu), baik Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun  Pemilihan Presiden (Pilpres). Dalam artikel ini saya khususkan pada Pilpres, bahkan presiden saja.

Presiden, menurut saya, merupakan salah satu kepala di suatu negara, yang salah satu bentuk pemerintahannya adalah Republik, dan contohnya Republik Indonesia (RI). Sistem pemerintahan RI adalah Presidensial, meski awalnya sempat menggunakan Sistem Parlementer.

Segala yang terkait dengan Indonesia dalam pergaulan dunia, orang pertama yang menjadi pusat perhatian (point of interest) adalah kepala negara alias presiden. Bukan wakil kepala negara (wakil presiden), apalagi kepala-kepala selain kepala negara, semisal kepala parlementer (ketua DPR).

Hak Pilihan dan Kebebasan Masing-masing
Siapa pun--warga negara Indonesia--memiliki pilihan dan/atau hak pilih, apalagi dalam hajatan nasional bernama Pilpres. Mau memilih salah satu paslon (pasangan calon), silakan. Mau memilih kedua-duanya, ya, terserah. Mau tidak memilih siapa pun, ya, bukan urusan saya.  

Selain subjektivitas bernama "hak", siapa pun memiliki alasan untuk memilih dan tidak memilih. Alasan masing-masing yang subjektif juga. Dan, kata "mengapa" merupakan pertanyaan atas alasan tersebut.

Demikian pula dengan saya. Seandainya saya ditanya entah oleh siapa mengenai "siapa" dan "mengapa", tentu saja, saya harus memiliki jawaban yang jelas dan sangat personal. 

Nah, "siapa" dan "mengapa" saya memilihnya? 

Anggap saja, saya memilih Jokowi. Lho, ternyata terang benderang begini. Padahal, Pemilu bersifat langsung, umum, bebas, dan rahasia (luber), dimana "rahasia" menjadi juru kunci. Bukankah keterangbenderangan semacam ini bisa berdampak, minimal distempel "Cebongers" (dari kata "cebong" atau "kecebong" alias "berudu" atau anak kodok) oleh pihak lain?  

Dampak, risiko, dan konsekuensi merupakan hal yang biasa bagi saya. Setiap pilihan hidup (di dunia fana ini), termasuk berandai-andai, bahkan mati pun, pasti bisa berdampak, berisiko, dan berkonsekuensi. "Tidak ada yang baru di bawah matahari," kata Pengkhotbah.

Memilih Jokowi
Tidak perlu bertele-tele. Alasan "anggap saja, saya memilih Jokowi" adalah sebagai berikut.

A. Latar Kepemimpinan
1. Keluarga
Istri : Iriana
Anak : Gibran Rakabuming Raka, Kahiyang Ayu, dan Kaesang Pengarep
Menantu : Selvi Ananda (istri Gibran), dan Bobby Nasution (suami Kahiyang)
Cucu : Jan Ethes Srinarendra (Gibran-Selvi), dan Sedah Mirah Nasution (Kahiyang-Bobby)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun