Saya bergeming karena saya telanjur jatuh cinta pada tulis-menulis, dan menulis bukanlah sekadar mengumbar rasa. Saya semakin serius mendalami kegiatan tulis-menulis dan beberapa kali menguji mental saya dalam kompetisi penulisan, selain gambar-menggambar.
Saya biarkan saja umbaran fitnah sampai ke mana-mana karena bapak-ibu saya lebih menderita akibat fitnah daripada saya, dan saya yakin, bahwa saya para pemfitnah akan menuai hasilnya sendiri kelak. Ya, saya selalu yakin itu pasti terjadi, entah kapan "kelak" itu. Dan, ternyata Tuhan memberkati niat dan kegiatan saya, saya  berjodoh dengan orang luar Babel, istri saya sangat mendukung pilihan saya dalam berkarya, menjauhi komunitas-komunitas berisi kasak-kusuk (fitnah), dan saya bisa mengembara ke daerah-daerah yang jauh dari Babel.
Jadi, pada dasarnya, tidak seorang ibu pun sudi menerima anaknya menjadi objek fitnah, meskipun di luar ranah politik praktis yang miris nan sadis apalagi dalam rangka Pemilu Serentak 2019. Demikian pula dengan istri yang baik, yang merupakan manifestasi berkat Tuhan. Fitnah bisa disebarluaskan atau ditularkan, tetapi tidak satu fitnah pun yang akan lolos dari pertanggungjawaban hidup si pemfitnah sekaligus penyebarnya. Yakinlah itu, Bu Mien Uno! Gusti Allah boten sare.
*******
Balikpapan, 11 Februari 2019