Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lion Air, Sebuah Ujian Iman, dan Pemulihan Mental

21 Desember 2018   23:35 Diperbarui: 21 Desember 2018   23:53 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya sudah tidur nyenyak seharian di Balikpapan setelah menempuh perjalanan udara dengan maskapai penerbangan Lion Air, yaitu JT 693 (Kupang-Surabaya) dan JT 730 (Surabaya-Balikpapan). Dalam kedua pesawat terbang pada 20 Desember itu penumpangnya penuh, meskipun keduanya sempat molor sekitar setengah jam.

Saya sangat menyukai perjalanan udara sejak Kelas I SD. Garuda dan Sempati adalah dua maskapai penerbangan yang pertama kali dalam pengalaman saya pergi Jawa dan pulang ke Bangka. Bahkan, ketika turun di bandara Pangkalpinang pada suasana hujan deras, pesawat Sempati masih berbaling-baling di kedua sayapnya.

Anak kecil berusia 6-7 tahun memang berpikir dan berasa tidak seperti orang dewasa berusia 30-50 tahun. Kesenangan menikmati perjalanan, baik darat, laut, dan udara, selalu murni tanpa keraguan apa pun. Sementara orang dewasa, kesenangan sudah teroplos oleh aneka kecemasan.

Setelah pengalaman pertama itu, saya pun pernah menikmati perjalanan udara dengan beberapa maskapai penerbangan. Bali Air, Batavia Air, Adam Air, Bouraq, Jatayu, dan seterusnya. Semua perjalanan udara tidak ada gangguan apa pun, baik suara yang aneh atau getaran yang mencurigakan.

Berita mengenai kecelakaan dalam penerbangan bukanlah hal yang asing bagi saya. Saya tidak perlu repot mencari datanya lagi.

Akan tetapi, yang justru asing bagi saya adalah maraknya video ceramah agama yang dipajang atau dibagikan orang-orang di media sosial seputar hidup yang serba suci dan paling surgawi seolah-olah mereka benar-benar pernah mengalami dan lazim jika memamerkannya kepada warganet. Sebaliknya, pasca-tragedi Lion Air, tidak seorang warganet pun yang memajang ceramah agama seputar terapi psikis untuk pemulihan mental terhadap kecemasan dan trauma. Sementara dalam bisik-bisik, masih saja saya dengar kekhawatiran pada Lion Air.

Bagi saya, terapi psikis untuk pemulihan mental itu jauh lebih penting daripada seluruh ceramah agama yang serba "wah" sebab ujung dari segala pengetahuan atau ilmu agama adalah akhir hidup manusia. Kalau maskapai penerbangan tanpa masalah merupakan pilihan terbaik bagi manusia beriman, justru hal ini merupakan sikap paradoks paling serius terhadap semua ceramah itu.

Saya memang bukanlah orang baik-suci tetapi saya ingin orang-orang baik-suci bisa saling membantu untuk memulihkan mental siapa pun yang tertular kecemasan-trauma terhadap suatu maskapai penerbangan. Kalau ternyata orang-orang baik-suci tidak berani melakukannya, ya, mau-tidak mau saya sendiri-lah yang melakukannya.

Mengapa banyak orang baik-suci tidak berani melakukannya? Entahlah. Atau, justru kebaikan-kesucian mereka sebenarnya patut dipertanyakan. Kalau orang baik-suci saja mengalami kecemasan-trauma terhadap sebuah maskapai penerbangan, jangan-jangan selama ini ajaran kemunafikan-lah yang disebarkan kepada siapa saja.

Namun biarlah jika memang kemunafikan ditularkan di mimbar-mimbar ceramah. Bagi saya, orang baik-suci selalu siap menghadapi ujian iman dalam suasana suka-duka suatu perjalanan udara. Bagi saya, orang baik-suci akan segera melakukan bantuan terapi untuk memulihkan semangat yang patah karena berita-berita masih belum menyelesaikan persoalan kecemasan-traumatis.

Dan, bagi saya, Tuhan Maha Besar. Tidak ada kecemasan-trauma apa pun yang mampu melebihi kebesaran Tuhan.  Tidak ada kecemasan-trauma apa pun yang mampu mengusik perlindungan Tuhan kepada siapa saja. Begitulah iman saya kepada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun