Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Badut Psikopat Menista Pahlawan Sejati

9 November 2018   23:27 Diperbarui: 10 November 2018   11:56 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sultan Ageng Tirtayasa difoto oleh Rully Ferdiansyah, Banten

Sepakat atau tidak, korupsi-kolusi merupakan tindakan nyata dalam penghinaan terhadap para pahlawan Indonesia yang rela mengorbankan seluruh hidup untuk berdiri dan berdaulatannya Indonesia hingga mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Patutkah para koruptor, baik hanya sekian juta rupiah hingga totalnya mencapai triliunan rupiah, berteriak lantang "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya"?

Dan, bukankah uang korupsi berjuta-bermiliar-bertriliun rupiah itu berguna bagi banyak orang yang sering kali sekadar "tunggangan wajib kampanye"?

Sejatinya para koruptor, baik yang tertangkap maupun yang masih berkeliaran menggunakan seragam, adalah barisan pengkhianat terhadap para pahlawan bangsa!

Bukan hanya kebiasaan melakukan korupsi-kolusi, tetapi juga pada setiap peringatan Hari Pahlawan oknum-oknum berseragam itu bisa fasih mengumandangkan kata mutiaranya Bung Karno, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya." Tidaklah keliru jika koruptor divonis sebagai psikopat oleh kalangan psikolog.

Di samping itu, hukuman kurungan selama 8-15 tahun masih terlalu ringan jika dibandingkan dengan nyawa-nyawa yang pergi meninggalkan raga tanpa bisa dikenali. Bahkan, di penjara pun para koruptor masih bisa "bersenang-senang". Misalnya saja di Lapas Sukamiskin yang beritanya sering mencuat, dan terakhir heboh pada Juli 2018.

Bentrok Sesama Warga Negara

Penggemar sepakbola Indonesia masih ingat, 'kan, pada Haringga Sirila?

Pendukung Persija Jakarta itu tewas dikeroyok oleh belasan pendukung Persib Bandung menjelang laga Persib melawan Persija pada Minggu, 23 September 2018, pukul 13.00. Peristiwa tersebut terjadi di area Pintu Biru Stadion Gelora Lautan Api, Bandung.

Kekerasan, baik pengeroyokan dan bentrokan antarpendukung tim sepakbola bukanlah berita baru dan langka. Di samping itu, sebelumnya, ada juga kekerasan terhadap perangkat pertandingan, semisal Wasit Abdul Razak pada saat memimpin laga Persegres Gresik United melawan Persiwa Wamena pada ajang Liga 2 di Stadion Laskar Joko Samudro, Sabtu, 15 September 2018.

Jangan lupa pula, kekerasan lainnya yang datang justru dari Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi. Edy terekam kamera menampar suporter PSMS Medan dalam laga melawan Persela Lamongan di Stadion Teladan, Jumat, 21 September 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun