Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Badut Psikopat Menista Pahlawan Sejati

9 November 2018   23:27 Diperbarui: 10 November 2018   11:56 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sultan Ageng Tirtayasa difoto oleh Rully Ferdiansyah, Banten

Bisa dibayangkan, bagaimana leluhur bangsa Indonesia bisa berkumpul dalam kondisi perjalanan yang tidak selancar sekarang (2018) ini, 'kan?

Beliau-beliau bersusah payah untuk berkumpul, berdiskusi serius, dan menancapkan tonggak bangsa Indonesia tetapi cucu-cucunya atau generasi masa kini malah "bermain-main" bahasa seenaknya.

Upaya yang serius juga terlihat dengan adanya kantor bahasa di bawah pengelolaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebagian upaya yang dilakukan adalah dengan menyepadankan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.

Patutkah kemudian jika generasi "kurang aduhai" ini menyerukan bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya? 

Dasar Negara

1 Juni 1945 merupakan hari lahirnya Pancasila, yang merupakan dasar negara Indonesia yang kemudian diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Dasar negara, fondasi negara, atau landasan ideologi negara sudah ditetapkan oleh para bapak pendiri bangsa.

Sudah jelas, 'kan? Sudah diajarkan sejak duduk di bangku Sekolah Dasar, 'kan?

73 tahun Indonesia berdiri dengan sejarah yang berupa "gempa" melalui pemberontakan terhadap dasar negara. Contohnya Pemberontakan DI/TII-Kartosuwiryo, Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), dan lain-lain.

Yang terdoktrin di benak orang Indonesia adalah komunisme-PKI sejak Musso 1948 di Madiun, dan partai sekaligus pergerakannya dibekukan melalui TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966. "Hantu-hantu"-nya masih "bergentayangan", 'kan?

Masih jelas dalam ingatan, 'kan?

Kemudian muncul Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sejak 1983 yang "mirip" dengan DI/TII lantas dibekukan oleh pemerintah pada 19 Juli 2017 berdasarkan pencabutan status hukumnya melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI. Pembubaran itu pun sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun